Usaha Maju Pesat setelah Sering Bantu Orang Mati
Filemon, Mantan Pedagang Mi Ayam yang Sukses Jadi Eksporter Peti Mati
RATUSAN peti mati berderet di sudut-sudut Rumah Duka Filemon di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Peti-peti beraneka bentuk dan ukuran tersebut merupakan produksi PT Filemon Peti Mati yang didirikan Filemon, si tukang mi ayam yang sukses menjadi pengusaha besar itu.
Di atas lahan 5.000 meter persegi Filemon membangun perusahaan peti mati beserta tempat persemayamannya. Persemayaman ada di bagian depan, sedangkan bengkel produksinya di belakang. Filemon juga punya showroom untuk memajang peti-peti yang siap jual.
\"Saya dulu hanya mampu membuat dua sampai tiga peti mati sebulan berdasar pesanan. Tapi, sekarang saya bikin tidak berdasar order. Bisa dibilang, mungkin saya satu-satunya yang memproduksi (peti mati) tanpa order,\" kata Filemon saat ditemui di pabriknya Senin lalu (14/4).
Di pabrik itu Filemon mempekerjakan 60 orang yang dibagi dalam sepuluh divisi. Saat ini rata-rata produksi peti mati Filemon sekitar 500 unit per bulan. Dia terus memproduksi meski tak ada order. \"Karena orang mati tidak bisa diperkirakan kapan datangnya,\" ucap pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, 3 Maret 1971, tersebut.
Peti-peti mati produksi Filemon kini masuk kelas premium. Karena itu, harganya pun fantastis. Bahkan, ada yang dibanderol Rp 600 juta hingga Rp 1,5 miliar. Tentu saja produk premium tersebut dibuat secara eksklusif dari kayu jati pilihan dan tanpa sambungan. Karena itu, dia harus mencari kayu jati gelondongan dengan diameter besar yang memungkinkan tubuh manusia bisa masuk di dalamnya, tetapi di bagian sisi luarnya masih banyak ruang untuk diukir sebagai hiasan. \"Cari kayunya itu yang susah dan mahal,\" akunya.
Yang menarik, Filemon tidak segan-segan memberikan petinya kepada orang miskin yang membutuhkan. Suami Rosa itu tak jarang justru mencari orang miskin yang meninggal dan tidak bisa membeli peti mati. Kalau pihak keluarga tidak berkeberatan, Filemon akan memberikan petinya secara gratis.
\"Mereka tidak perlu harus membuat surat keterangan miskin dari RT-RW. Justru saya jadi jahat bila harus meminta mereka menyertakan surat miskin. Kita seperti tidak ikhlas,\" paparnya.
Selain mencari sendiri, info orang miskin yang butuh bantuan itu dia dapatkan dari masyarakat. Namun, Filemon mengaku tidak pernah tahu dan tidak ingat berapa banyak bantuan yang disalurkannya dalam bentuk peti mati ataupun paket persemayaman dan pemakaman tersebut. \"Saya paling sakit kalau dibilang sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Padahal, saya menolong bukan untuk pamer dan mencari pujian,\" ujar dia.
Membantu sesama itulah yang dipakai Filemon sebagai prinsip dalam berbisnis. Memang, bisnis peti mati ini sulit dianalisis secara logika. Walaupun pasarnya besar karena semua orang pasti meninggal. \"Saya tidak kaya dari peti mati. Tapi dari pemeliharaan Tuhan,\" tegas ayah Agata, 12, dan Faith Victoria, 5, tersebut.
Filemon tidak terlalu mengindahkan prinsip bisnis yang mengatur keuangan untuk bantuan sosial yang umumnya disebut corporate social responsibility (CSR) itu. Bagi dia, konsekuensi bisnis peti mati adalah harus siap membantu kapan saja jika ada yang benar-benar membutuhkan.
Prinsip itulah yang membuatnya terpaksa pecah kongsi dengan rekan bisnis yang mengajaknya mengawali bisnis tersebut pada 2005. Saat itu dia dimintai pertanggungjawaban karena sering memberikan peti secara cuma-cuma kepada orang miskin. \"Dalam konteks profesional, katanya tidak ada sumbangan. Padahal, menurut saya, bisnis ini cenderung ke arah sosial,\" kenangnya.
Kerja sama itu berakhir sebelum bisnisnya genap dua tahun berjalan. Filemon yang sebelumnya menjalani berbagai bidang bisnis sempat berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Namun, dia akhirnya memutuskan untuk berfokus menekuni bisnis peti mati sendirian. \"Modal saya tidak sampai Rp 50 juta. Modal saya waktu itu sangat terbatas.\"
Keputusan meneruskan bisnis peti mati itu diambil Filemon karena sudah telanjur banyak orang yang tahu bahwa dirinya punya usaha di bidang tersebut. Terlebih, dia menyadari bahwa prinsipnya memang senang melayani dan membantu orang lain. \"Tapi, buat saya kerja begini kalau nggak ada sosialnya lucu. Karena tidak semua orang kaya dan semua orang pasti mati,\" tandas Filemon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: