>

Kurang Terawat, Yang Asli Tinggal Atap

Kurang Terawat, Yang Asli Tinggal Atap

Napak Tilas Rumah-Rumah Bersejarah Soekarno di Surabaya

  Juni terasa istimewa bagi para pencinta Soekarno. Putra Sang Fajar itu dilahirkan dan wafat pada bulan ini. Untuk mengenang jasanya, mari menelusuri jejaknya di Surabaya, kota kelahirannya.

 JAS MERAH. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Hari ini (6/6), pada 1901 silam, Soekarno yang mengucapkan kata-kata itu dilahirkan. Sejarah memang pernah mencatat bahwa dia lahir di Blitar, Jawa Timur. Tapi, pada 2010 ada temuan baru yang menyebutkan bahwa Soekarno lahir di Surabaya. Sebuah rumah di Jalan Pandean IV/40, Kelurahan Peneleh, diyakini sebagai tempat kelahiran presiden pertama Indonesia itu.

  Sebuah kirab prasasti pernah diadakan pada 2011 untuk menandai \"temuan\" tersebut. Prasasti itu kini berdiri kukuh di depan mulut gang menuju rumah bersejarah tersebut. Meski foto Soekarno di prasasti itu sudah tak terlihat lagi, tulisan dengan tinta warna emas pada prasasti masih dengan tegas menunjukkan sebagai penanda lokasi.

   Di sini kelahiran bapak bangsa Dr Ir Soekarno. Penyambung lidah rakyat, Proklamator, Presiden pertama RI, Pemimpin besar revolusi. Begitu tulisan dalam prasasti yang diteken Wali Kota Surabaya (saat itu) Bambang Dwi Hartono. Dalam prasasti bertanggal 29 Agustus 2010 itu, juga tertulis alamat rumah Pandean IV/40 beserta hari kelahiran Soekarno pada 6 Juni 1901 hari Kamis Pon.

  Memasuki mulut gang, pengunjung akan disambut lukisan mural bertema perjuangan. Seolah menegaskan bahwa di gang itulah sang proklamator kali pertama melihat dunia.

  Saat Jawa Pos mengunjungi kawasan tersebut Rabu (4/6), suasana rumah kelahiran Bung Karno terlihat sepi. Tak seperti biasanya yang ramai pengunjung, baik turis asing maupun para pencinta Soekarno yang menapaktilasi sejarah bangsa. 

  Siang itu hanya ada tiga warga yang sedang mengobrol santai di depan rumah nomor 40 tersebut. Mereka tengah membicarakan kegiatan untuk meramaikan rumah itu. Selama ini warga memang belum pernah menggelar acara secara khusus di rumah tersebut.

  \"Biasanya justru kami yang seperti diundang. Padahal, kami kan semestinya yang menjadi tuan rumah,\" kata M. Ibrahim Abdullah, ketua RT 4 RW 13 Peneleh.

  Nanang \"panggilan Ibrahim Abdullah\"mengatakan, sejak rumah sederhana itu ditetapkan sebagai cagar budaya tempat kelahiran Soekarno, pengunjung tak henti hilir mudik setiap hari. Kebanyakan pelajar dan mahasiswa, tapi tak sedikit pula turis asing dan politikus. Megawati Soekarnoputri, salah seorang putri Bung Karno, bersama rombongan juga pernah mengunjungi rumah itu pertengahan Maret lalu.

  Nanang dan warga sering merasa tidak enak setiap kali di rumah tersebut ada acara dan mereka tidak dilibatkan. Karena itulah, pada peringatan hari kelahiran Bung Karno hari ini, warga membuat hajatan khusus. Mereka tadi malam (5/6) mengadakan kenduri di rumah tersebut. Sebuah tumpeng besar disiapkan untuk menandai peringatan itu.

  \"Sengaja acara kami adakan malam-malam. Istilahnya, kami sedang menyambut kelahiran Putra Sang Fajar,\" ujar pria 31 tahun tersebut.

  Sekilas, rumah yang kini bernilai sejarah itu tak memiliki perbedaan dengan rumah-rumah lain di kampung tersebut. Bangunannya tak terlihat kuno-kuno amat. Pintunya yang terbuat dari kayu menjorok ke depan, dekat sekali dengan badan jalan. Tak ada teras, bahkan halaman rumah pun tak punya.

 Menurut Zain Bhestari, 62, yang tinggal bersebelahan, rumah itu pernah menjadi percetakan. Bisa jadi, karena mesin percetakan yang besar, dibutuhkan ruangan yang besar pula. Akibatnya, banyak bagian rumah yang disesuaikan dengan kebutuhan ruangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: