>

APBN Sah, BBM Langsung Naik

APBN Sah, BBM Langsung  Naik

JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 yang akan menjadi acuan bagi satu tahun pertama pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR kemarin. Pengesahan itu, membuka jalan bagi rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) karena alokasi dana kompensasi sewaktu-waktu bisa digunakan untuk meminimalisir dampak kenaikan harga BBM.

      Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan, APBN 2015 mengalokasikan dana cadangan perlindungan sosial yang bisa digunakan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM sebesar Rp 5 triliun. Dana ini sekaligus menggenapi dana kompensasi menjadi Rp 10 triliun, karena dalam APBN Perubahan 2014 pun sudah ada dana siaga Rp 5 triliun. “Pemerintah mendatang seperti dapat blank cheque (cek blanko yang bebas diisi, Red), silakan kalau mau naikkan (harga) BBM,” ujarnya saat konferensi pers APBN 2015 di Jakarta kemarin (29/9).

      Menurut Chatib, dengan alokasi dana Rp 5 triliun dalam APBN Perubahan 2014 dan Rp 5 triliun dalam APBN 2015, pemerintahan Jokowi bisa menaikkan harga BBM di awal periode pemerintahannya yang efektif mulai 20 Oktober mendatang. Sebab, undang-undang tidak mengharuskan presiden untuk meminta persetujuan DPR jika ingin menaikkan harga BBM subsidi. “Ada diskresi (kewenangan, Red), jadi tidak perlu izin DPR,” katanya.

      Sebagaimana diketahui, Tim Jokowi - JK sempat melontarkan desakan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar menaikkan harga BBM subsidi di akhir masa pemerintahannya. Alasannya, dengan harga BBM saat ini, pemerintah akan menanggung beban subsidi yang terlalu berat. Apalagi, pemerintahan SBY mewariskan beban subsidi BBM 2014 senilai Rp 45 triliun yang di-carryover atau harus dibayar pada 2015. Namun, usulan tersebut ditolak oleh Presiden SBY.

      Chatib menyebut, saat ini, kewenangan menaikkan harga BBM subsidi sepenuhnya ada di tangan pemerintahan baru. Pemerintahan saat ini, lanjut dia, sudah memberikan jalan dengan memberikan alokasi dana kompensasi dan diskresi saat membahas APBN Perubahan 2014 dan 2015. Lagipula, kalau harga BBM dinaikkan, pemerintahan mendatang akan punya lebih banyak anggaran untuk pembangunan. “Langkah itu bagus untuk ekonomi kita, defisit (APBN) bisa lebih kecil, dan rupiah juga bisa lebih kuat,” jelasnya.

      Sebagai gambaran, kenaikan harga BBM subsidi memang selalu memicu gejolak sosial dan ekonomi, misalnya melonjaknya jumlah masyarakat miskin karena tingginya inflasi atau kenaikan harga bahan pangan. Karena itu, saat menaikkan harga premium dan solar pada 2013 lalu, pemerintah menganggarkan dana kompensasi hingga Rp 29,4 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 9,7 triliun diantaranya dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

      Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Ahmadi Noor Supit mengatakan, kenaikan harga BBM tidak saja mengurangi beban subsidi dan memberikan anggaran pembangunan yang lebih besar bagi pemerintahan mendatang, tapi juga menjadi alat ampuh untuk mengerem konsumsi BBM subsidi sehingga kuota 46 juta kiloliter bisa dijaga. “Buktinya sudah ada, kalau harga naik, konsumsi pasti lebih rendah karena masyarakat jadi lebih hemat,” ujarnya.

      Sementara itu, saat memberikan sambutan dalam sidang paripurna DPR untuk pengesahan UU APBN 2015, Chatib Basri menyebut, APBN 2015 disusun dengan asumsi makro pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 4,4 persen, nilai tukar rupiah Rp 11.900 per USD, tingkat suku bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan sebesar 6,0 persen.

      Lalu, harga minyak mentah Indonesia raya-rata USD 105 per barel, lifting minyak 900 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.248 ribu barel setara minyak per hari. \"Asumsi makro ini ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek perekonomian 2014 dan 2015,\" katanya.

      Dari sisi belanja, APBN 2015 juga menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya menembus angka Rp 2.000 triliun. Chatib menyebut, target pendapatan negara 2015 dipatok sebesar Rp 1.793,6 triliun dan belanja negara mencapai Rp 2.039,5 triliun. \"Dengan demikian, defisit anggaran tercatat sebesar Rp 245,9 triliun atau 2,21 persen PDB,\" sebutnya.

      Chatib menyebut, postur APBN 2015 tersebut memang dibuat bersifat baseline atau hanya memuat hal-hal pokok. Dengan demikian bisa memberikan ruang fiskal yang cukup dan memfasilitasi proses transisi kepada pemerintah yang baru. “Untuk program-program inisiatif, silakan disusun oleh pemerintah mendatang,” jelasnya.

      Rapat paripurna pengsahan RUU APBN kemarin dipimpin oleh Mohamad Sohibul Iman, dan dihadiri oleh seluruh Fraksi. Kesembilan Fraksi menyatakan setuju atas draft RUU APBN tahun 2015, untuk disahkan menjadi UU APBN 2015.

Pengamat Ekonomi Aviliani menilai, postur belanja APBN 2015 yang mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan menyentuh Rp 2.039 triliun memang layak diapresiasi. Namun, ada satu hal yang masih menjadi catatan penting, yakni besarnya belanja subsidi energi yang mencapai Rp 344,7 triliun. “Ini membuat ruang fiskal bagi program-program pemerintahan mendatang menjadi sempit,” ujarnya kemarin.

       Dalam APBN 2015, dana subsidi energi memang dipatok hingga Rp 344,7 triliun. Dari nilai tersebut, subsidi BBM memakan alokasi hingga Rp 276,01 triliun, sedangkan subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp 68,68 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: