>

Akankah Berakhir Pembalakan Liar di Hutan Indonesia

Akankah Berakhir Pembalakan Liar di Hutan Indonesia

 

Buruknya pola penanganan konvensional oleh pemerintah sangat mempengaruhi efektivitas penegakan hukum. Peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan yang terorganisasi. Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberatan Perusakan Hutan, bahwa pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan:

a. menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan;

b. menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak 

    merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya;

c.mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat sejahtera; dan

d. meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait

   dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

 

Pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah republik Republik Indonesia diindikasi masih lemah dalam penegakan hukum di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang korupsi.

Kekebalan para dalang/aktor intelektual/pemodal/pelaku utama terhadap hukum disebabkan adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum menjadi dinamisator maupun supervisor, dan sebagian bahkan menjadi ‘backing’ bisnis haram ini. Besarnya uang yang beredar sekitar US$1.3 milyar (WWF/World Bank, 2005), serta banyaknya pihak yang turut menikmati hasil bisnis ilegal ini, punya andil yang cukup besar untuk mempengaruhi proses kegagalan dalam penanganan kejahatan kehutanan seperti illegal logging.

Untuk mengatasi illegal logging dan sekaligus juga perambahan hutan, kiranya pemerintah perlu melakukan restrukturisasi atas kelembagaan ini sebagaimana
yang tertuang dalam UU Nomor 18  dalam program ketiga Departemen Kehutanan yaitu: restrukturisasi kelembagaan sektor kehutanan, dengan cara antara lain perlu dibentuk unit-unit pengelolaan hutan untuk setiap unit kawasan hutan di bawah satuan kerja yang telah ada dengan fasilitas yang memadai. Perlu mendudukkan fungsi Dinas Kehutanan di provinsi sebagai regulator di samping fungsinya sebagai koordinator lembaga/instansi kehutanan yang ada di provinsi/ kabupaten/kota; sehingga jelas tugas/fungsinya sebagai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas umum pemerintahan (melaksanakan kebijakan publik). Selain itu, perlu mengembalikan fungsi Perhutani ke dalam fungsi BUMN murni yang diberi tugas mencari/ mendapatkan keuntungan finansial bagi perusahaan untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan kehutanan dalam arti luas.

Berdasarkan asas dan tujuan Undang-Undang Kehutanan dinyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan berdasarkan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Dasar yang kuat untuk pemerintah dalam memberikan izin pengelolaan hutan dan lingkungan hidup yang ada harus memenuhi dan sesuai dengan azas dan tujuan tersebut. Apabila tidak bisa dilakukan oleh pengusaha, maka izin selayaknya jangan diberikan kepada pengusaha tersebut. Namun dalam praktek pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPTI) seringkali diberikan hanya karena kemampuan pengusaha secara administratif dan pendanaan. Sedangkan asas manfaat dan kelestarian tidak dilihat dan disyaratkan secara tegas. Hal ini memicu sering terjadinya  hak-hak atas pengusahaan hutan yang diberikan dilanggar dengan gampangnya oleh pengusaha. Selain tindakan preventif dalam pemberian izin, dalam pengawasan, pemerintah harus dengan tegas dan rutin agar tindakan represif secepat mungkin dapat dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran hukum yang lebih merugikan negara dan masyarakat.

Melihat dampak dari penebangan hutan secara liar tersebut,maka perlu adanya suatu cara untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Dalam menyikapi adanya penebangan hutan tersebut dengan cara pendekatan secara neo-humanis. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pendekatan neo-humanis dalam mencegah dan mengurangi terjadinya penebangan hutan secara liar :

1. Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang mengatur tentang pengelolaan hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: