Pemkab Rugi Rp 44, 7 T
Akibat Kebakaran Lahan Gambut
JAMBI - Pemerintah Daerah rugi hingga Rp 44, 7 Triliun (T) akibat kebakaran lahan gambut yang ada di tiga Kabupaten dalam Provinsi Jambi. Tiga kabupaten di Provinsi Jambi yang berlahan gambut diantaranya, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi dengan luasan lahan yang terbakar 628.627 hektar.
Kerugian sebesar ini didapat berdasarkan hasil studi Kajian Valuasi Dampak Kebakaran Gambut di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi.
‘’Penghitungan penilaian valuasi ekonomi bersifat relatif dan dapat diperdebatkan berdasarkan metode pendekatan, individu atau kelompok orang, waktu dan tempat. Oleh karena itu perlu dasar perhitungan nilai yang layak dan dapat dipertanggungjawabkan,\" kata Basuki Wasis peneliti dari Fakultas Kehutanan IPB.
Kajian ini sendiri merupakan kerjasama penelitian antara Fakultas Kehutanan IPB dengan WARSI beberapa waktu lalu. Dampak kebakaran gambut ini setara dengan 15 kali APBD Provinsi Jambi 2015 yang hanya sebesar Rp 3,5 T.
\"Dalam studi ini metode perhitungan dampak kebakaran gambut menggunakan pendekatan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011. Ini Tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup,” tambahnya.
Disebutkannya, Peraturan Menteri ini sudah memuat substansi, bahasa dan aturan hukum yang jelas dan benar. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2011 tentang dampak kebakaran gambut, meliputi pencemaran Udara berupa pelepasan dan penyerapan karbon; Kerugian Lingkungan/Ekologi yang terjadi akibat hilangnya fungsi gambut sebagai penyimpanan air, pengaturan tata air, pengendalian erosi, pembentukan tanah, pendaur ulang unsur hara, pengurai limbah, Keanekaragaman hayati dan sumber daya genetik.
Dalam Permen Lingkungan Hidup ini juga disebutkan kebakaran gambut akan menimbulkan kerugian ekonomi, kerusakan tidak ternilai dan biaya pemulihan lingkungan.“Dari studi ini diketahui bahwa kebakaran lahan gambut paling berpengaruh atau berdampak terhadap kerugian ekonomi yang mencapai 19.064 Triliyun dengan perincian sebagai berikut Rp 4,860 trilyun (41,564% dari total) untuk Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rp 6,496 trilyun (42,389%) untuk Kabupaten Muaro Jambi, dan Rp 7,708 trilyun (43,565%) untuk Kabupaten Tanjung Jabung Timur,” sebutnya.
Studi dilakukan di kawasan gambut yang di jenis penggunaan lahan yang berbeda, hutan konservasi (kawasan lindung), kawasan produksi baik untuk hutan tanaman industri, perkebunan kepala sawit dan areal kelola masyarakat.
Diki Kurniawan Direktur Eksekutif KKI WARSI menyebutkan, studi ini sebagai bahan untuk menggugah para pihak untuk lebih peduli dan melakukan pengelolaan gambut berkelanjutan di masa depan.
“Sekaligus kita berupaya mengingatkan para pihak untuk mengantisipasi kerugian yang begitu besar setiap kali kebakaran gambut terjadi,” sebut Diki.
Dikatakannya sejauh ini kebakaran hutan dan lahan gambut seolah dianggap bencana rutin dan tidak dianggap bencana biasa sehingga penangananya juga bersifat sektoral dan aksidentil. “Harusnya sudah ada langkah pasti dan kongkrit serta berkelanjutan, sehingga kerugian yang dialami Jambi bisa dihindari,” sebutnya.
Salah satu solusi yang ditawarkan untuk pengelolaan gambut berkelanjutan adalah konsep pertanian ramah iklim/Climate Smart Agriculture (CSA). “CSA merupakan sistem pertanian yang mampu mengurangi pengaruh dan dampak dampak perubahan iklim bahkan mampu meningkatkan kapasitas produksi melalui upaya adaptasi dan mitigasi dengan dukungan inovasi pertanian,” sebutnya.
Disebutkan Diki, konsep CSA di usung dalam rangka kegiatan mitigasi, adaptasi, dan mempertahankan keamanan pangan. Konsep ini baru muncul setelah berkembangnya isu REDD+ dan perubahan iklim. Konsep ini ditawarkan adalah konsep pengembangan pertanian yang tahan terhadap dampak perubahan iklim dan sekaligus dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: