RAMALLAH – Pemerintahan Mahmoud Abbas memanggil pulang Husam Zomlot, utusan diplomatik Palestina, dari Amerika Serikat (AS). Setelah peresmian kedutaan besar (kedubes) AS di Jerusalem Senin (14/5), hubungan diplomatik dua negara putus. Hubungan Palestina dan Israel pun kian buruk. Kini Abbas berusaha menyeret Israel ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) karena kekerasan yang dilakukan Israel Defense Forces (IDF) terhadap warga sipil Palestina.

”Kami telah mengajukan permohonan kepada ICC supaya membuatkan surat referensi bagi kami sebagai entitas setara negara agar bisa melaporkan Israel,” terang Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki sebagaimana dikutip Associated Press pada Rabu (16/5). Jika ICC mengabulkan permohonan Palestina itu, segala kasus kekerasan yang IDF lakukan terhadap warga sipil Palestina akan diusut.

Sebenarnya, saat ini Israel pun tengah diselidiki ICC. Investigasi yang bermula pada 2015 dan masih berlangsung hingga sekarang tersebut berawal dari laporan masyarakat internasional yang terkait dengan dugaan kejahatan perang oleh IDF terhadap warga sipil Palestina. Sampai saat ini, ICC belum bisa menyimpulkan dugaan yang diperkuat dengan bukti-bukti kekerasan IDF tersebut.

Great Return March, unjuk rasa enam pekan masyarakat Palestina di Jalur Gaza, berakhir seiring hadirnya Ramadan. Kebetulan, kali ini Nakba Day jatuh dua hari sebelum Ramadan.

Sejak Rabu, massa yang berunjuk rasa di Jalur Gaza berkurang drastis. Kemarin (17/5) perbatasan Israel dan Palestina yang dijaga ketat IDF dan pasukan penembak jitu itu cenderung tenang.

Namun, ada laporan tembakan roket IDF ke wilayah Palestina. Tepatnya ke kantong-kantong Hamas. IDF yakin, Hamas yang bercokol di Jalur Gaza adalah motor yang menggerakkan puluhan ribu warga Palestina ke perbatasan Israel sejak akhir Maret. IDF menyebut roket yang ditembakkan ke Palestina itu sebagai balasan terhadap Hamas yang lebih dulu menghantam Sderot dengan roket pada Rabu.

Pada puncak Great Return March Senin, sedikitnya nyawa 60 warga Palestina melayang di tangan IDF. Ratusan warga lain terluka. Itu belum termasuk jumlah warga yang terluka dan ditangkapi di Gerbang Damaskus, pintu masuk utama menuju Kota Tua Jerusalem. Insiden tersebut memicu kecaman masyarakat internasional. Turki, Belgia, dan beberapa negara lain bahkan memanggil pulang duta besar (Dubes) masing-masing dari Israel.

Kemarin dini hari, saat bersantap sahur, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam PBB. Dalam jumpa pers di Ankara, dia mengatakan bahwa PBB telah gagal. Sebagai organisasi terbesar dunia, seharusnya PBB bisa mencegah jatuhnya banyak korban di Jalur Gaza dengan menekan Israel. Sayang, PBB yang kini berada di bawah komando Sekjen Antonio Guterres tidak melakukan itu semua. 

”PBB sudah tamat. Jika kekejaman Israel itu dibiarkan, dunia akan terseret ke dalam malapetaka yang mengerikan dalam waktu cepat,” kata Erdogan seperti dilansir Al Jazeera kemarin. Tidak hanya mengkritik, pemimpin 64 tahun tersebut juga mengajukan kasus kekerasan IDF terhadap warga sipil Palestina itu ke Majelis Umum (MU) PBB dan Dewan Keamanan (DK) PBB.

Bersamaan dengan itu, Reuters melaporkan bahwa Turki mengevakuasi para korban kekerasan IDF ke wilayahnya. Penanggung jawab evakuasi tersebut adalah kepala staf kepresidenan dan kementerian luar negeri.

Kemarin kecaman terhadap IDF juga diutarakan Rusia dan beberapa negara Eropa lainnya. Mereka menganggap IDF keterlaluan karena menggunakan peluru tajam dan mengerahkan penembak jitu untuk menghadapi demonstran Palestina yang hanya bersenjata ketapel, ban bekas, dan bom molotov. Namun, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu bergeming dan membela kebijakan militernya.

Hari ini (18/5), atas usul Turki, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar pertemuan darurat di Istanbul. Satu-satunya agenda pertemuan itu adalah pembicaraan mengenai Israel. Selain membahas kekejian IDF, negara-negara anggota OKI akan menyikapi pemindahan kedubes AS dari Tel Aviv ke Jerusalem. Sebelumnya, Arab Saudi dan beberapa negara lain di Semenanjung Arab juga menolak untuk mengakui kedubes AS di Jerusalem.

(hep/c11/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: