Menyingkap Tabir Peran Ulama H. Mesir di Perang Kerinci 1903

Menyingkap Tabir Peran Ulama H. Mesir di Perang Kerinci 1903

Penulis : Changky Khupay

DI pulau Sumatera, khususnya di Sumatera bagian tengah akhir abad ke 19 M, terdapat beberapa wilayah yang belum dikuasai oleh kolonial Belanda yaitu Kerinci, Serampas, Sungai Tenang dan Batang Hari. Wilayah Kerinci menjadi prioritas utama bagi Belanda dibandingkan dengan wilayah lainnya di pulau sumatera dibagian tengah , karena :

1. Wilayah Kerinci merupakan penghasil beras dan kopi dengan kualitas tinggi, dengan tanah yang subur membuat tiap-tiap masyarakat menanam padi dan kopi sehingga dapat menghasilkan devisa bagi pemerintah kolonial belanda .
2. Dengan didirikannya gudang garam di Indrapura 1888 M, maka wilayah Kerinci sangat berarti untuk lintas pengiriman barang dari Muko-Muko ke Jambi.
3. Wilayah Kerinci merupakan daerah strategis yang menghubungkan Padang, Muko-Muko, Indrapura, dan Jambi.

(1). Di Saat wilayah sekeliling pedalaman kerinci seperti bengkulu, muko-muko, inderapura, jambi, dan minangkabau sedang bergulat dalam perang panjang menghadapi pasukan penjajah inggris dan belanda. Sementara itu Penduduk Wilayah pedalaman Kerinci masih sejuk,tenang dan aman dalam beraktivitas keseharian dan masih bersuka cita dalam perannya sebagai identitas yang bebas dan merdeka.
Pernah dikabarkan, Belanda mengadakan ekspedisi ke Kerinci yang dipimpin oleh van Hasselt. Namun, pada tahun 1877, ekspedisi ini dinyatakan gagal berangkat setelah mengetahui penduduk Kerinci amat giat menjaga otoritas wilayah tumpah darahnya. Dengan kata lain sejengkal tanah pun tidak akan diserahkannya kepada penjajah.

Dugaan lainnya, adalah orang Kerinci sudah memahami intrik Belanda yang menyimpan maksud dibalik sekedar kunjungan, yakni sekaligus penjajakan awal mengetahui lanskap Kerinci. Sumber lain menyebutkan bahwa orang Belanda baru mendengar nama Kerinci dari para pedagang yang hilir mudik dari dan ke Kerinci.

(2). Menginjak pada awal tahun 1902, bulatlah tekad Residen Bengkulu untuk mengadakan kontak pembicaraan dengan para Depati di Kerinci. Ia berniat menjalin kemitraan yang sama-sama menguntungkan dengan para pemuka wilayah atap Sumatera itu. Maka dikirimlah Pangeran Pesirah Marga Lima Kuto untuk mengantarkan surat belanda yang dialamatkan kepada Depati Empat di Batu Hampar. Upaya ini ternyata menemui kegagalan, mengingat penduduk Kerinci sudah mengetahui maksud sang Pangeran, sehingga mereka menutup jalan menuju Kerinci. Kenyataan ini diketahui dari petikan surat berikut ini :

Mengacu pada surat saya tanggal 30 Juni 1902 Nomor : 34/19/rahasia dengan ini saya beritahukan saya pada tanggal 14 Juli 1902 mendapat berita melalui telegram dari kontrolir Muko-muko bahwa Pasirah Marga Lima Koto tampak melaksanakan perintah sebagai utusan telah kembali, karena ia di perjalanan ke Sungai Penuh telah mendapat berita, jalan melalui Silaut ke sana oleh penduduk sudah ditutup.

(3). Dengan pertimbangan yang matang, pemerintah Belanda mulai menyusun strategi untuk menguasai wilayah pedalaman Kerinci, hal ini diperkuat oleh surat dari Batavia oleh Snouck Hurgronje pada tanggal 01 Februari 1902, ia menyatakan :

\"Pemerintah Belanda harus memikirkan cara untuk menaklukkan Kerinci, Serampas, Sungai Tenang, kalau sekiranya Kerinci dibawah satu kekuasaan mungkin kita bisa membuat satu perjanjian, dengan syarat tidak menganggu pemerintah Belanda, karena tidak adanya satu pemimpin, tidak memungkinkan satu perjanjian bisa dilakukan. Kita mesti menyakini ketua-ketua tersebut,kepentingan mereka dan kepentingan kita akan dijaga kalau ada saling pengertian, dan kita harus menegaskan kalau tidak adanya kesepakatan,terpaksa mengambil jalan kekerasan (militer). Untuk memberi tahu ini,mesti mempergunakan utusan yang berhubungan baik dengan mereka dan orang yang dapat kita percaya. Kalau tidak berhasil, maka terpaksa kita masuk daerah tersebut dengan pasukan. Masyarakat Kerinci tidak biasa berperang, mereka hanya para petani yang takut pengaruh kita, namun mereka telah dihasut oleh beberapa orang ulama yang fanatik, bagi orang-orang Islam fanatik mesti kita usir dan lenyapkan\".

(4).Dari Surat Snouck Hurgronje di atas dapat dilihat bahwa kekhawatiran orang Belanda pada umumnya adalah pergerakan dan perjuangan yang beridiologi agama, yaitu orang-orang Islam yang tidak mau dijajah oleh orang kafir. Belanda sangat mewaspadai pergerakan yang digerakkan oleh para ulama, apalagi pergerakan yang dipimpin oleh para ulama yang berpengaruh. Pergerakan-pergerakan semacam ini dapat mempengaruhi rakyat petani biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda.

Dikala Imam Mersah dari Pondok Kopi dan Penghulu Somah dari Dusun Rasno,diutus Belanda mengirimkan surat serupa. Kali ini yang mengutus mereka bukan Residen Bengkulu, melainkan Kontrolir Muko-muko. Sebenarnya surat itu diberikannya kepada Depati Batu Hampar, namun yang menjadi kurirnya adalah dua orang di atas. Berbeda dengan pendahulunya, surat ini dialamatkan kepada Pemangku Depati Talago bergelar Pemangku Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar, masih termasuk wilayah Tiga Helai Kain kerinci hilir. Atas hal tersebut, disebutkan sebagai berikut : Dengan ini disampaikan salinan surat rahasia kontrolir Muko-muko 24 Agustus 1902 Nomor 27/19 bahwa Pasirah Margalima Koto dua helai kembali tanpa memuaskan perintah saya dan ia memberikan surat saya untuk Pemangku Depati Batu Hampar-Sungai Penuh itu kepada dua punggawanya.

(5). Dengan melewati jalan tertentu, kedua utusan belanda itu berhasil sampai ke Kerinci tanpa suatu aral melintang. Keduanya sampai di Kerinci melalui Rantau Telang lantas menuju ke kediaman Depati Talago. Setelah beramah-tamah barulah mereka menyerahkan surat yang tidak lama kemudian dibalas surat tersebut oleh tuan rumahnya. Depati Talago maklum, kedatangan mereka adalah diperintahkan Belanda, untuk itu dengan tegas ia menyebutkan ketidak setujuan orang Kerinci bersahabat dengan penjajah. Berikut petikan suratnya ;
Bahwa doea hari ini tiba pula soerat Toengkoe Indrapura memanggil kami Depati Kerinci akan toeroen ke Indrapura tetapi tidak kami akan ke Indrapura dijikalau ada bitjara hendaklah naik keatas boleh bitjara itoe poetoes diatas, kami boekan beradja ke Indrapoera hanja beradja ka Djambi kepada Pangeran Toemenggung di Moeara Masoemai.

(6). Setelah menyelesaikan tugas, kedua utusan ini pamit dan tidak lama berselang terjadilah peristiwa yang melecut amarah Belanda, yakni pembunuhan kedua utusan itu di dusun Lempur. Mengetahui utusannya meregang nyawa di Kerinci, kontrolir Muko-muko pun panik luar biasa. Segera ia mengadakan audiensi ke beberapa instansi kolonial terkait guna membahas kelanjutan peritistiwa ini.
Pada tanggal 2 September 1902, peristiwa pembunuhan utusan pemerintah tersebut disampaikan kepada Komandan Militer (Belanda) di Bengkulu. Informasi tersebut, berbunyi : hari ini Kepala Pemerintah Daerah (Residen) yang kemaren dari Muko-Muko dan telah kembali kemari, mengabarkan kepada saya bahwa pada tanggal 5 Agustus 1902, dua orang utusan pemerintah yang membawa sepucuk surat dari Depati Pulau Sangkar. Di Dusun Lempur, yang terletak di Tiga Helai Kain. Utusan itu dibunuh oleh penduduk setempat, sedang barang-barang berikut surat langsung disita.

(7). Setelah mencerna informasi tersebut, Residen Bengkulu menugaskan Kontrolir Muko-muko mengadakan penyelidikan mengungkap pembunuhan itu. Dalam suratnya, Kontrolir Muko muko saat itu, E.F. Janesen van Raay yang ditujukan kepada Residen Bengkulu tertanggal 17 September 1902 nomor 34/19, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi, termasuk mereka yang terakhir bertemu Imam Mersah. Dari proses penyelidikan dengan mengintrogasi beberapa saksi dapat diperoleh pentujuk. Dengan ikut campurnya Depati Parbo dari dusun lolo dalam kasus pembunuhan dua utusan Belanda tersebut , hemat Belanda, telah ikut memperkeruh suasana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: