Hati-hati! Ini 11 Alasan Kenapa Demo Bisa Ricuh
Mochammad Farisi, LL.M--
Faktor yang Memperburuk Situasi
Selain kelima faktor-faktor di atas (anarki disengaja, penunggang isu, manajemen buruk, FOMO, dll), ada pula sejumlah problem struktural yang memperparah kericuhan, yakni Ketujuh, statmen atau respon pemerintah dan DPR yang lamban dan tidak empati, tidak meminta maaf, justru berkata kasar, merendahkan, menantang, dan memancing emosi. Kebijakan yang salah dan menjadi akar masalah tidak dikoreksi tapi justru semakin menjadi-jadi.
Kedelapan, respons negara yang represif. Dalam hukum hak asasi manusia internasional, negara tidak hanya wajib mengawasi, tetapi juga memfasilitasi demonstrasi damai. Namun, sering kali aparat lebih menonjolkan pendekatan keamanan dibandingkan mediasi. Akibatnya, ketegangan meningkat. Dalam demo beberapa hari terakhir ini, di beberapa daerah yang pemerintah dan aparatnya merespon dengan cepat dan empati terbukti lebih kondusif dan kerusuhan tidak meluas, karena sejatinya rakyat hanya ingin ditemui dan di dengar aspirasinya.
Kesembilan, budaya politik kita juga masih sarat kekerasan. Sejarah politik Indonesia, dari 1966 hingga 1998, menunjukkan jejak kuat bahwa aksi massa identik dengan kekerasan. Pola ini membentuk “memori kolektif” bahwa demo selalu berarti ricuh.
Kesepuluh, krisis representasi politik, ketidakpercayaan masyarakat pada partai politik dan parlemen membuat demonstrasi menjadi kanal utama aspirasi. Ketika lembaga formal tidak responsif, akhirnya rakyat lebih memilih turun ke jalan. Partai politik dan wakil rakyat tidak menjalankan fungsinya sebagai agregasi kepentigan masyarakat tapi justru kepentigan elit dan menikmati kemewahan dari keringat pajak rakyat.
Kesebelas, faktor ekonomi. Kondisi dan kesenjangan ekonomi menjadikan massa menjadi rentan dan mudah diprovokasi. Selain karena sudah muak melihat pejabat yang korupsi dan berfoya-foya diatas penderitaan rakyat, disisi lain fenomena “demo bayaran” juga tidak bisa diabaikan.
Bagaimana Manajemen Demonstrasi yang Benar?
Jika tidak ingin demo selalu berujung ricuh, kita butuh manajemen demonstrasi yang lebih sehat. Ada beberapa kunci:
Pertama, Transparansi & Substansi. Aspirasi harus jelas, berbasis data, bukan sekadar ikut-ikutan; kedua, Organisasi & Tata Kelola. Demo harus memiliki penanggung jawab, koordinator lapangan, serta jalur komunikasi dengan apparat; ketiga, Dialog dan Mediasi. Aksi massa harus menjadi pintu masuk dialog, bukan pengganti dialog. Pemerintah wajib membuka kanal komunikasi, bukan hanya mengandalkan aparat keamanan;
Keempat, Budaya Politik Bermartabat. Berdemokrasi artinya menghargai perbedaan pendapat, menyampaikan kritik tanpa merusak, dan membangun solusi Bersama; kelima, Partai Politik Responsif. Partai sebagai saluran utama aspirasi rakyat harus lebih terbuka, bukan justru abai sehingga rakyat turun ke jalan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


