Saatnya Aktivasi Akun Coretax Menuju Masa Depan Kepatuhan Pajak Digital

Saatnya Aktivasi Akun Coretax Menuju Masa Depan Kepatuhan Pajak Digital

Dr. Lucky Akbar-Foto : ANTARA-

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID -Transformasi digital di sektor perpajakan Indonesia memasuki babak baru dengan peluncuran Coretax Administration System (Coretax) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sistem ini merupakan inti dari modernisasi administrasi perpajakan nasional yang telah digagas sejak satu dekade lalu. Coretax bukan sekadar sistem komputerisasi, tetapi merupakan platform tunggal (single platform) yang menyatukan seluruh proses perpajakan mulai dari pendaftaran, pelaporan, pembayaran, pemeriksaan, hingga penegakan hukum dalam satu ekosistem digital yang terintegrasi. Namun, transformasi ini hanya akan bermakna jika seluruh Wajib Pajak (WP) berpartisipasi aktif, dimulai dari langkah paling dasar: aktivasi akun Coretax. Aktivasi ini menjadi kunci agar setiap wajib pajak dapat mengakses layanan pajak digital terbaru, sekaligus beradaptasi dengan sistem baru yang jauh lebih canggih, cepat, dan transparan.

BACA JUGA:Jelang Kontra Getafe, Kylian Mbappe Sudah Pulih dari Cedera

Dengan Coretax, DJP menegaskan arah baru perpajakan Indonesia: lebih efisien, berbasis data, dan berorientasi pada kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Era formulir manual, antrean panjang di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan keterbatasan akses kini mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, hadir sistem terpadu yang mengutamakan kemudahan dan keandalan. Bagi banyak wajib pajak, aktivasi akun Coretax mungkin tampak seperti langkah administratif biasa. Padahal, di balik proses sederhana itu tersimpan akses menuju seluruh layanan perpajakan generasi baru. Akun Coretax ibarat “kunci digital” yang membuka gerbang menuju sistem perpajakan yang sepenuhnya terintegrasi dan berbasis data.

BACA JUGA:Diumumkan Pemenang Bright Gas Cooking Competition Pertamina Patra Niaga, Ini Daftarnya

Melalui akun ini, wajib pajak akan memiliki dashboard tunggal untuk memantau seluruh kewajiban dan haknya. Tidak hanya untuk melapor SPT, tetapi juga untuk mengelola data profil pajak, melihat histori transaksi, menerima notifikasi, dan berkomunikasi langsung dengan petugas pajak melalui kanal digital yang aman. Lebih jauh lagi, aktivasi akun Coretax juga merupakan bagian dari proses migrasi dari sistem lama (DJP Online) menuju sistem baru yang akan menjadi tulang punggung administrasi perpajakan nasional. Bagi wajib pajak yang belum mengaktifkan akun, ada risiko kehilangan akses terhadap layanan digital utama DJP, termasuk e-Filing dan e-Billing, yang kini semuanya telah diintegrasikan ke dalam Coretax.

Dari perspektif kebijakan, partisipasi aktif wajib pajak dalam aktivasi akun juga mencerminkan tingkat kesiapan nasional menuju digital compliance environment. Pemerintah menargetkan bahwa seluruh wajib pajak aktif telah terhubung dengan Coretax paling lambat pada akhir 2025. Target ini menjadi prasyarat agar data perpajakan Indonesia dapat sepenuhnya terintegrasi dan siap mendukung analitik kepatuhan berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Big Data.

Transformasi Budaya Layanan Pajak

Lebih dari sekadar perubahan sistem, Coretax merepresentasikan perubahan budaya kerja dan pelayanan publik. Sistem ini dirancang agar proses administrasi perpajakan tidak lagi bergantung pada interaksi tatap muka yang berpotensi memunculkan asimetri informasi maupun praktik nontransparan. Dengan sistem digital penuh, setiap data, transaksi, dan keputusan terekam secara otomatis dan dapat ditelusuri. Hal ini bukan hanya meningkatkan akuntabilitas aparat pajak, tetapi juga rasa percaya wajib pajak terhadap institusi perpajakan.

Coretax juga membawa perubahan paradigma dalam hubungan antara DJP dan wajib pajak. Jika sebelumnya hubungan ini cenderung bersifat hierarkis di mana petugas pajak menjadi sumber utama informasi dan wajib pajak sebagai penerima pasif kini hubungan tersebut menjadi lebih sejajar dan berbasis data bersama (data-driven relationship). Bagi petugas pajak, Coretax menyediakan data analitik dan profil risiko wajib pajak secara real-time, yang membantu dalam proses pemeriksaan dan pengawasan tanpa perlu intervensi manual yang panjang. Bagi wajib pajak, ini berarti proses yang lebih cepat, adil, dan prediktif, karena keputusan administrasi diambil berdasarkan algoritma dan rekam data objektif, bukan subjektivitas.

Aktivasi akun Coretax dilakukan melalui portal resmi DJP dengan mekanisme otentikasi ganda untuk menjaga keamanan data. Setiap wajib pajak harus memastikan bahwa data profil, alamat email, dan nomor ponsel yang terdaftar sudah benar agar proses aktivasi dapat berjalan lancar. Proses aktivasi meliputi verifikasi identitas, pembaruan data, dan penetapan kata sandi baru. Setelah aktivasi berhasil, wajib pajak dapat langsung mengakses dasbor Coretax dan melihat status kewajiban pajaknya secara menyeluruh.

Namun, di balik aspek teknis, kesiapan yang paling penting adalah kesiapan literasi digital dan pemahaman perpajakan. Bagi sebagian wajib pajak individu maupun pelaku UMKM, peralihan ke sistem baru ini tentu membutuhkan adaptasi. Oleh karena itu, DJP telah melakukan berbagai kampanye edukasi dan pendampingan digital, termasuk pelatihan aktivasi, tutorial online, serta layanan bantuan melalui kanal Kring Pajak dan media sosial resmi. Pemerintah juga menggandeng perguruan tinggi, asosiasi usaha, dan kantor konsultan pajak untuk mempercepat proses edukasi dan adopsi sistem. Tujuannya jelas: memastikan tidak ada wajib pajak yang tertinggal dalam proses transformasi digital nasional ini.

Peningkatan Kepatuhan dan Efisiensi Administrasi

Implementasi Coretax bukan hanya inovasi teknologi, tetapi juga strategi kebijakan fiskal jangka panjang. Melalui sistem ini, DJP berharap dapat memperbaiki rasio kepatuhan formal dan material secara signifikan. Dengan data yang lebih lengkap dan valid, DJP dapat melakukan profiling risiko otomatis untuk mendeteksi potensi ketidakpatuhan tanpa harus menunggu pelaporan manual. Misalnya, perbedaan antara data faktur pajak, laporan SPT, dan data perbankan dapat terdeteksi secara instan, sehingga mendorong wajib pajak untuk lebih patuh sejak awal.

Bagi negara, efisiensi administrasi meningkat karena biaya kepatuhan (compliance cost) dan biaya pengawasan (administrative cost) menurun drastis. Sementara bagi wajib pajak, transparansi dan prediktabilitas sistem membuat proses pelaporan dan pembayaran pajak menjadi lebih ringan dan pasti. Sejumlah negara yang telah menerapkan sistem serupa seperti Singapura, Korea Selatan, dan Australia yang telah menunjukkan pengalamannya bahwa digital tax system mampu meningkatkan kepatuhan hingga 15–20 persen dalam tiga tahun pertama penerapan. Jika Indonesia berhasil mereplikasi tren tersebut, maka target rasio pajak (tax ratio) di atas 11 persen dari PDB pada 2026 bukan hal yang mustahil.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: