Penanganan Perkara Lingkungan Hidup di Indonesia
Abdillah, S.H (Mahasiwa Magister Hukum Universitas Jambi Tahun 2024/2025)--
Oleh : Abdillah, S.H
Berdasarkan Prinsip ke 10 Deklarasi Rio 1992, penanganan terbaik isu-isu lingkungan hidup adalah dengan pertisipasi seluruh masyarakat yang berkepentingan dari berbagai tingkatan yang relevan. Hak partisipasi masyarakat tersebut di Indonesia juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk masyarakat, bangsa dan negara serta dalam pasal 28 F yang menyebutkan bahwa hak untuk berkomunikasi dan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampakan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
BACA JUGA:Bupati Merangin Bekali Rendang, Tumbler, Sal dan Sendal Jepit
Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara Republik Indonesia juga menegaskan partisipasi masyarakat dalam isu lingkungan hidup melaui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang pedoman mengadili perkara lingkungan hidup. Ketentuan umum pasal 1 angka 17 Perma 1 Tahun 2023 pengaturan bahwa perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah perbuatan-perbuatan dalam bentuk antara lain pernyataan pendapat lisan dan tulisan diruang publik atau privat serta upaya mitigasi yang dilakukan setiap orang, organisasi lingkungan hidup atau organisasi masyarakat dengan cara yang sesuai dengan hukum sebagaimana dijamin dalam pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
BACA JUGA:Tidak Lagi Rp 10.000 Per Liter, Harga Asli BBM Pertalite Menjadi Segini Pada Mei 2025
Perma 1/2023 menggantikan pedoman sebelumnya (SK KMA No.36 Tahun 2013) dan mengatur penanganan perkara lingkungan hidup di tiga kamar perkara Mahkamah Agung, yakni tata usaha negara (TUN), perdata, dan pidana, sesuai karakteristik perkara lingkungan yang sering bersinggungan antar aspek hukum. Perma ini menegaskan bahwa perkara perubahan iklim termasuk dalam ruang lingkup perkara lingkungan hidup yang harus ditangani oleh hakim bersertifikat lingkungan, sebagai bentuk pengakuan terhadap isu keadilan iklim yang sudah nyata. Beberapa aspek penting dari Perma1 Tahun 2023, seperti:
BACA JUGA:Pakistan-India Makin Panas, Pakistan Cegat Rudal India, Wilayah Udara Ditutup Karena Serangan
1. Perkara Tata Usaha Negara (TUN) Lingkungan Hidup: Perma memperjelas objek gugatan dan kepentingan hukum dalam perkara TUN lingkungan hidup, serta memberikan pedoman pembuktian terhadap objek sengketa
2. Perkara Perdata Lingkungan Hidup: Perma memperjelas konsep pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dan memperkenalkan pertanggungjawaban berdasarkan kontribusi pelaku pencemaran/kerusakan lingkungan saat ada banyak pelaku. Fokus utama diarahkan pada pemulihan lingkungan dengan mengatur secara rinci rencana pemulihan, penyetoran biaya pemulihan ke rekening khusus, serta mekanisme pelaksanaan dan pengawasan eksekusi putusan pemulihan lingkungan yang melibatkan koordinasi antar instansi terkait;
3. Perkara Pidana Lingkungan Hidup: Perma memperjelas tafsir pertanggungjawaban pidana korporasi dan penanganan barang bukti satwa, sehingga memperkuat aspek penegakan hukum pidana lingkungan;
4. Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation): Perma mengatur prosedur untuk menghentikan perkara yang merupakan gugatan atau dakwaan yang bertujuan menghalangi partisipasi publik dalam penegakan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 38 ayat (1) Perma 1 Tahun 2023 menyatakan bahwa dalam perkara tergugat merupakan badan usaha atau kegiatan yang menggunakan dan mengolah bahan berbahaya dan beracun yang menghasil dan atau mengolah limbah bahan yang berbahaya dan beracun dan atau yang menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan, Hakim Pemeriksa Perkara berwenang menerapkan atau memberlakukan tanggung jawab mutlak terhadap tergugat untuk membayar ganti rugi dan atau memulihkan lingkunga hidup karena telah melakukan perbuatan melawan hukum mesikipun tanpa unsur kesalahan pasal 1 menggeser konsep perbuatan melawan hukum sebagai Torts, dan bukan liability rule sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata.
Dalam Torts atau Non -Contractual Liabilty sebagai sebuah konsep memiliki dimensi yang lebih luas yaitu negligence, nuisance, trespass, dan strict liability, tidak memiliki unsur melawan hukum/foult didalamnya. Dalam membuktikannya unsur yang sangat penting adalah hubungan kausalitas dan kerugian, tanpa membuktikan unsur melawan hukum. Dalam pasal 38 ayat (3) telah memberikan pengaturan bahwa hakim memeriksa perkara berwenang menerapkan atau memberlakukan tanggung jawab mutlak terhadap tergugat apabila penggugat mampu membuktikan :
a. Usaha dan atau kegiatan tergugat merupakan usaha dan atau kegiatan yang menggunakan dan mengolah bahan berbahaya dan beracun, menghasilan dan atau mengolah limbah bahan berbahaya,menghasilkan atau mengolah bahan beracun, dan atau menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



