Wafat, Chavez Terus Dikenang

Kamis 07-03-2013,00:00 WIB

 CARACAS -  Presiden Venezuela Hugo Chavez, 58, akan selalu diingat dalam sejarah. Setelah berjuang melawan kanker yang dideritanya, tokoh kharismatik itu meninggal di rumah sakit militer di pusat Kota Caracas, Venezuela, Selasa lalu (5/3) waktu setempat atau kemarin WIB (6/3).

 Tidak hanya para Chavistas (julukan buat para pendukung Chavez) yang berduka atas kematian bapak empat anak itu. Jutaan warga di hampir seluruh wilayah Amerika Latin juga berduka. Pemilik nama lengkap Hugo Rafael Chavez Frias itu memang sangat populer di negerinya maupun di kalangan negara-negara tetangganya.

 Sambil berlinang airmata, warga Venezuela mendatangi Military Hospital Dr Carlos Arvelo, tempat Chavez dirawat dan akhirnya meninggal sepulang dari menjalani operasi di Havana, Kuba, Desember tahun lalu. Massa juga memenuhi memenuhi lapangan di ibu kota sebagai ekspresi duka.

 Simon Hooper, wartawan yang pernah meliput berbagai berita internasional untuk CNN dan stasiun TV Al Jazeera, punya kesan atas tokoh yang berkuasa sejak 1999 tersebut. Dia pun menulis bahwa dalam banyak kesempatan, Chavez senang membayangkan dirinya terus berkuasa hingga 2021 saat Venezuela merayakan 200 tahun kemerdekaannya.

 Chavez, tulis Hooper, juga suka menyebut dirinya sebagai Simon Bolivar masa kini. Sebagai negarawan dan tentara kelahiran Caracas, Bolivar berhasil membebaskan sebagian besar Amerika Selatan dari penjajahan Spanyol. \"Sebagian kalangan menilai kiprahnya dalam melanjutkan perjuangan Bolivar sebatas misi besar yang belum terlaksana. Bisa jadi karena kondisi kesehatannya yang terus menurun sehingga dia belum mampu mencontoh kisah monumental pemimpin idolanya,\" ungkap Hopper.

 Menang mutlak dalam pemilu dan referendum, Chavez pun berbagi kepada rakyat miskin dan kelompok marjinal di Venezuela. Dia minta dukungan mereka sebagai langkah awal menuju pembangunan politik baru yang akan berpihak kepada kepentingan rakyat.

 Chavez menuai pujian dari Carter Center, lembaga AS, saat memenangi pemilu Venezuela kali pertama pada 1998. Para pemantau dari Carter Center menyebut kemenangan itu sebagai \"demonstrasi dari demokrasi yang sebenarnya\"  dan \"revolusi damai melalui kotak suara\".

 Saat itu, tokoh kelahiran 28 Juli 1954 tersebut memenangi 56 persen suara. Sedangkan partisipasi pemilih mencapai 65 persen. Ketika Chavez terpilih kembali dalam pemilu presiden 2006, dukungan etrhadap dirinya malah melonjak mendekati 63 persen dari partisipasi pemilih sebesar 75 persen. Kemenangan itu merupakan pencapaian tertinggi Chavez sepanjang sejarah pemilu di Venezuela.

 Di antara dua pemilu itu, Chavez melawan upaya kudeta atas dirinya pada 2002. Saat itu, ratusan ribu pendukungnya turun dari perbukitan Venezuela dan membanjiri jalan-jalan di Caracas untuk melakukan protes. Dia kembali melawan referendum yang digalang oleh oposisi pada 2004 untuk menggoyang kepemimpinannya. Padahal, referendum itu justru dimungkinkan oleh konstitusi yang diperkenalkannya sendiri pada 1999.

 \"Diktator yang aneh, itulah Hugo Chavez,\" tulis Eduardo Galeano, penulis Uruguay, saat referendum di Venezuela. Galeano adalah penulis The Open Veins of Latin America yang dihadiahkan Chavez kepada Presiden Barack Obama setelah memenangi pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS). \"Sang tiran itu justru telah memberikan suntikan vitamin buat demokrasi di Amerika Latin maupun belahan dunia lain setelah terpuruk,\" lanjut Galeano soal Chavez.

 Saat berkuasa, Chavez pun mengalirkan pendapatan dari minyak Venezuela untuk serangkaian inisiatif dan program kesehatan, pendidikan, serta mengatasi kemiskinan yang dikenal sebagai misiones. Dia pun membuka supermarket bersubsidi dan klinik-klinik kesehatan di kantong-kantong atau wilayah miskin di Venezuela. Kebanyakan klinik itu menggunakan tenaga medis asal Kuba.

 Hasilnya, selama 1998-2006, warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Venezuela telah turun dari 50,4 persen menjadi 36,3 persen. Data statistik itu tercatat di Databank Bank Dunia. Angka kematian bayi juga turun dari 20,3 per seribu kelahiran saat Chavez mulai berkuasa menjadi 12,9 persen pada 2011.

 Akses atas pendidikan di negeri berpenduduk 29 juta jiwa itu juga meningkat. Menurut data UNESCO, jumlah anak yang menikmati pendidikan menengah meningkat dari 48 persen pada 1999 menjadi 72 persen pada 2010. Dengan kebijakannya, yang didukung kekuatan kepribadiannya itu, Chavez berhasil meraih simpati warga Venezuala, terutama kalangan menengah bawah.

 Di luar Venezuela, dia selalu dikenang. Dikenal vokal dan tak punya kemampuan diplomasi, Chavez acap menyerang AS. Saat berpidato di forum Sidang Umum PBB pada 2006, dia menyebut pemerintahan Presiden George Walker Bush sebagai \"setan\".

 Tetapi, di Amerika Latin atau Amerika Selatan, dia justru menjadi inspirasi bagi kelahiran para pemimpin kiri, seperti Evo Morales di Bolivia dan Rafael Correa di Ekuador. Para pemimpin di Brazil dan Argentina juga diuntungkan oleh sikap percaya diri dan solidaritas regional yang dibangun Chavez.

Tags :
Kategori :

Terkait