Putusan PK Mardani H Maming Pengurangan Hukuman, Pakar Hukum : Harusnya Dibebaskan
Mardani H Maming--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Pakar Hukum menilai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mardani H Maming salah, mereka minta yang bersangkutan dibebaskan, bukan pengurangan hukuman.
Hal ini disampaikan oleh Muhammad Arif Setiawan Ahli Hukum Pidana UII, menilai harusnya Mardani H Maming dibebaskan bukan pengurangan hukuman.
Hal ini ia sampaikan mengacu hasil eksaminasi yang dilakukan oleh akademisi hukum UII dimana putusan terhadap kasus tersebut dinilai penuh kekeliruan dan kekhilafan dari hakim.
“Kalau hanya pengurangan berarti MA tidak mengakui bahwa ada kesalahan dan kekhilafan dari hakim dalam kasus ini. Tentu PK ulang adalah jalan satu-satunya,” tegas Arif.
Kendati PK menjadi jalan terakhir, Arif menyoroti adanya aturan dari Surat Edaran MA (Sema) dalam pembatasan PK. Ia menilai MA harus ikut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah memutus bahwa PK bisa dilakukan berulang kali dengan sejumlah catatan.
Ia menyebut PK merupakan Upaya hukum luar biasa, sehingga tidak bisa dicermati secara kaku.Bahkan ia bersama akademisi lain dari UII siap menyoroti Sema tersebut.
Sementara itu Prof Jamin Ginting turut ikut serta mengajukan diri dalam menyoroti masalah Sema ini karena secara hukum melawan konstitusi (putusan MK), supaya bisa terjadi perubahan, mengingat PK merupakan jalan hukum terakhir.
“Kalau tidak Sema ini bisa membatasi hak konstitusi. Oleh sebab itu saya meminta Prabowo Subianto sebagai kepala negara untuk memanggil Ketua MA, dengan syarat tidak melakukan intervensi,” tuturnya.
Mendengar pendapat dua pakar hukum ini Hotman Paris meminta Prabowo Subianto yang saat ini kinerjanya sedang sangat baik turut serta mengambil sikap untuk pembebasan Mardani H Maming.
“Sebagai kepala negara saya harap Pak Presiden sebagai kepala negara bisa menanggapi Keputusan yang sesat ini, supaya tercipta keadilan yang dicita-citakan,” tuturnya.
Jurnalis Senior, Bambang Harimurti turut buka suara dalam kasus ini dan mengingatkan agar MA tidak terjebak dalam politisasi hukum atau komersialisasi hukum.
"Lebih baik membebaskan 10 orang bersalah daripada menahan satu orang tidak bersalah," tegasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: