>

Oknum Guru Besar Unja Jadi Tersangka Kasus ‘Perdagangan’ Mahasiswa ke Jerman

Oknum Guru Besar Unja Jadi Tersangka Kasus ‘Perdagangan’ Mahasiswa ke Jerman

Ilustrasi Universitas Jambi yang kini sedang disorot akibat video 'Enak Yank'-Foto: Indra/GoogleMaps-

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Salah satu oknum Guru Besar sekaligus dosen Universitas Jambi (Unja) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ‘perdagangan’ mahasiswa berkedok magang atau ferienjob yaitu kerja paruh waktu pada masa libur ke Jerman.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jambi Ekspres Senin (25/3/2024), mengatakan total ada 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah perempuan inisial ER alias EW usia 39 tahun, kemudian A alias AE usia 37 tahun, AJ usia 52 tahun.

Kemudian dua lainnya berjenis kelamin laki-laki inisial SS usia 65 tahun dan MZ usia 60 tahun.

BACA JUGA: Kasus Ferienjob Mahasiswa Unja ke Jerman Disidik Polda Jambi, Ini Klarifikasi Unja

SS disebut-sebut adalah sosok Prof Sihol Situngkir yang merupakan salah satu guru besar di Unja.

Kepastian itu adalah Prof Sihol Sitongkir juga telah dikonfirmasi media ini ke beberapa pihak.

Dari lima tersangka, kata Djuhandhani, dua diantaranya kini masih berada di Jerman.

Polri juga tengah berkoordinasi dengan Divhubinter dan KBRI Jerman guna menangani 2 tersangka yang masih di sana.

1.047 Mahasiswa Dieksploitasi

Jumlah korban kasus Tidak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang ke Jerman ini ternyata mencapai 1.047 mahasiswa.

Mereka diberangkatkan ke Jerman melalui program yang disebut-sebut magang namun illegal kemudian dieksploitasi.

"Para mahasiswa dipekerjakan secara non prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," ujarnya Djuhandhani.

Berdasarkan beberapa informasi yang dihimpun, tak sedikit dari peserta magang ini bekerja sebagai buruh kasar diantaranya menjadi tukang angkat barang, tukang sortir barang dan lainnya. Ada pula yang bekerja di atas 8 jam sehari hingga jatuh sakit.

Para korban berasal dari 33 universitas di Universitas yang ada di Indonesia, termasuk dari kampus tempat tersangka SS mengajar dan menjadi guru besar, yaitu dari Unja.

Awal ketahuan kasus ini, ketika  KBRI Jerman mendapat laporan dari 4 mahasiswa yang baru saja menyelesaikan program Ferien Job di Jerman.

Kemudian KBRI mendalami kasus ini dan kemudian diketahui, ternyata ada 33 perguruan tinggi yang telah menjalankan program Ferien Job ke Jerman.

Ada beberapa agen tenaga kerja dari negara Jerman yang memberangkatakan mahasiswa korban TPPO itu yaitu PT Cvgen dan PT SHB.

Aktivitas ini didahului dengan sosialisasi terkait program magang ke Jerman kepada mahasiswa di kampus-kampus.

Narasi yang dijual untuk mempromosikan program ini, diantaranya menyebut bahwa program ini telah terdaftar dalam Magang Merdeka Kemendikbud Ristek.

Padahal dalam kenyataannya, PT SHB tidak pernah terdaftar dalam program MBKM Kemendikbud Ristek. PT SHB bahkan juga tidak terdaftar sebagai perekrut tenaga kerja di Kementerian Ketegakerjaan (Kemenaker).

Kemudian tersangka juga menjanjikan jika ikut magang yang mereka buat, maka bisa dikonversikan setara dengan 20 SKS.

"PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas yang dituangkan dalam MoU. Dalam MoU tersebut terdapat pernyataan yang menyampaikan bahwa ferien job masuk dalam program merdeka belajar kampus merdeka serta menjanjikan program magang tersebut dapat dikonversikan ke 20 SKS," lanjut Djuhandani.

Mahasiswa Diminta Ganti Uang Rp50 Juta

Mengikuti program magang illegal ini, mahasiswa membayar biaya registrasi atau biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama Cvgen.

“Dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan LOA kepada PT SHB," jelas Djuhandani.

Alasan tersangka, pembayaran harus dilakukan karena korban sudah diterima agency runtime di Jerman.

Setelah itu,  LOA terbit, namun korban mahasiswa masih diwajibkan membayar Rp200 euro ke PT SHB, dengan alasan untuk approval otoritas Jerman (working permit) yaitu salah satu syarat pembuatan visa.

Para korban kemudian juga dibebankan menggunakan dana talangan dengan besar bervariasi dari Rp30 juta hingga Rp50 juta.

Dana ini  kemudian hari dipotong dari gaji yang diterima korban setiap bulan.

Diminta Teken Surat Berbahasa Jerman

Dalam mengikuti program ini, mahasiswa yang baru sampai di Jerman, langsung disodori surat kontrak berbahasa Jerman, sementara para korban tidak memahami isi suratnya.

BACA JUGA: Cerita Mahasiswa Unja Magang di Jerman: Gaji 35 Juta Dipotong 20 Juta tapi..

“Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," lanjut Djuhandani.

Atas perbuatan itu, para tersangka terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta, sesuai Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO.

BACA JUGA:Diduga Terlibat Kasus Perdagangan Orang, Prof Sihol Situngkir Proses Pindah ke Kampus Lain

Juga dikenakan Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: