Waduh Gawat, Konflik Lahan di Jambi Tertinggi Nomor 3 se-Indonesia, BPN Jambi Kemana?
Kepala Kanwil BPN Provinsi Jambi Agustin Iterson Samosir--
JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jambi mengakui konflik lahan masih tinggi. Bahkan, pada tahun ini menempati peringkat 3 se-nasional. Ini tentu menjadi raihan buruk untuk Provinsi Jambi.
Kepala Kanwil BPN Provinsi Jambi Agustin Iterson Samosir mengatakan dari data yang disampaikan Menteri ATR/BPN saat ke Jambi, saat ini Provinsi Jambi menempati urutan ketiga se-Indonesia.
"Kita ketiga yang tertinggi dan Mudah-mudahan bisa keluar (dari urutan itu)," ujar Agustin seuasi acara Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) di Jambi (25/9).
Untuk jumlah konflik lahan yang ada di Jambi pada tahun ini, Agustin menyebut masih dinamis. "Angkanya dinamis jadi kita masih bersama-sama (mengatasinya, red) dengan Forkopimda," katanya.
Adapun untuk saat ini, Kepala BPN mengakui ada 7 atensi penyelesaian kasus yang jadi prioritas. "Kita akan lihat perkembangannya lagi ya," ujarnya.
Strategi khusus pengurangan konflik lahan, kata Agustin, ditempuh pihaknya dengan berbagai model. Seperti penyelesaian hak atas tanah masyarakat komunal khususnya hukum adat yang fokusnya di Kabupaten Kerinci dan Sungai Penuh.
"Kemudian, kita melakukan penyelesaian lokasi eks Transmigrasi, dan lokasi pelepasan Hak Guna Usaha (HGU)," akunya.
Selain itu, itu pihaknya fokus pada penyelesaian konflik yang menjadi prioritas reformasi agraria. "Percepatan konflik lahan merupakan tugas BPN dengan semua stakholder seperti timdu dan Forkopimda mengurai semua penyelesaian konflik yang memikiki karakteristik berbeda," sebutnya.
Sementara itu, Direktur Kajian dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Dwi Nanto mengatakan masih tingginya konflik lahan di Jambi karena regulasi yang tak mendukung. Dimana regulasi penyelesaian konflik hanya tertumpu pada tim terpadu di Kabupaten/Kota. "Dan angka penyelesaian konflik tak sebanding dengan jumlah konflik yang ada. Penyelesaian konflik lambat tapi bermunculan juga konflik baru pada tahun ini," kata Dwi kepada Jambi Ekspres.
Ia mengakui harus ada evaluasi terhadap penyelesaian konflik lahan. Berupa integrasi penyelesaian dari Kabupaten ke tingkat Provinsi dan penyamaan data. "Harus dievaluasi pengusahaan tanah korporasi dengan rakyat. Ini susah diurai karena banyak aktor didalamnya," akunya.
Untuk BPN, Dwi menyatakan seperti memberikan izin pada 5 tahun sebelumnya, sedangkan saat izin itu berjalan pihak perusahaannya sudah tak ada atau tak diketahui lagi pihak yang memegang izin awalnya. "Sehingga sulit dideteksi izin yang diberikan ini, karena dokumen sulit kita dapatkan. Seharusnya BPN datanya sudah digital soal Peta HGU, izin lokasi, izin prinsip harusnya semua sudah digital , jadi jika ada konflik tinggal dibuka saja, itu yang belum dilakukan BPN Jambi tak tahu kalau di BPN daerah lain, di BPN kita sulit juga untuk terbuka," sampai Dwi.
Sejauh ini Dwi mengatakan, dari catatan pihaknya ada 170 konflik lahan. Bahkan jumlah ini bisa bertambah karena Walhi akan merilis data tiap akhir tahun. Dimana yang terbanyak yang bersangkutan antara perusahaan dan masyarakat berada di Kabupaten Muaro Jambi. (aan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: