Legenda Batu Puti Sanang Sungai Penuh
Suasana di Sungai Penuh--
SUNGAI PENUH, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Pada zaman dahulu, hidup seorang anak perempuan bertubuh mungil, rambutnya panjang dan kulitnya kuning langsat, Namanya Puti Sanang.
Puti Sanang adalah anak yang ceria, lincah, suka berteman dengan siapa saja dan sangat ramah.
Semua orang menyukai Puti Sanang. Ia juga jarang terlihat murung, selalu tersenyum dan sangat rajin menolong siapa saja.
Namun suatu hari, Puti Sanang mengalami musibah. Ibunya meninggal dunia karena sakit.
Puti Sanang sangat sedih, ia benar-benar tak menyangka akan kehilangan sosok ibunya secepat itu.
Apalagi Ibu Puti Sanang sangat baik dan penyayang. Ibunya mirip dengan Puti Sanang, ramah, suka menolong dan akrab dengan semua orang.
Puti Sanang berkali-kali menepuk pipinya, bertanya-tanya, apakah benar ibunya meninggal dunia? Dia masih merasa mimpi ibunya pergi selama-lamanya. Namun sayang, itu bukan mimpi, itu nyata.
Setelah ibunya dimakamkan, kehidupan Puti Sanang langsung berubah. Ia merasa ada yang kosong dalam hatinya, ibu yang ia cintai telah tiada.
Suatu hari, ayah Puti Sanang memanggilnya ke halaman. “Puti Sanang, ke sini lah engkau nak, ayah mau bicara,” ujar Ayah Puti Sanang.
Puti Sanang kemudian bergegas menemui ayahnya.
“Ayah melihat engkau selalu termenung sejak ibumu pergi, ayah berencana akan mencari sosok ibu baru untuk mu, supaya engkau tak lagi sedih,” ujar Ayahnya.
Alangkah kagetnya Puti Sanang, ia tidak mau ada ibu pengganti. Namun apa daya, ketika ia menolak, ayahnya tetap ngotot untuk menikah lagi dan mencari ibu baru untuk Puti Sanang.
BACA JUGA:600 Tahun Lalu Tari Rangguk Kerinci untuk Memuja Arwah, Pernah Ditampilkan di Depan Presiden Soekarno
Akhirnya Puti Sanang pasrah, beberapa hari kemudian, pesta pernikahan ayah dan ibu barunya dilaksanakan.
Awal pernikahan, ibu baru Puti Sanang sangat baik. Namun beberapa hari kemudian sifat asli ibu tiri Puti Sanang mulai kelihatan.
Ternyata ibu tiri Puti Sanang sangat jahat. Jika ayahnya sedang tidak di rumah, Puti Sanang akan diperintahkan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Sementara ibunya hanya tidur-tiduran saja seperti tuan putri.
Puti Sanang juga diancam, jangan pernah mengadu kepada ayahnya. Jika mengadu Puti Sanang dkatanya akan dibuang ke sungai.
Puti Sanang sangat tersiksa, ia hanya menahan rasa capeknya dan tak menyangka bahwa sosok ibu barunya jauh berbeda dari sosok ibu kandungnya yang telah meninggal dunia.
Suatu hari, Puti Sanang diperintahkan oleh ibu tirinya mengantar makanan untuk ayahnya di kebun.
Hati Puti Sanang sangat bahagia, artinya ia bisa terbebas dari siksaan pekerjaan di rumah karena bisa keluar rumah.
Saking bahagianya, Puti Sanang kemudian terus bernyanyi di sepanjang jalan.
Namun tiba-tiba Rambut Puti Sanang yang panjang tertiup oleh angin, lalu tersangkut ke sebuah pohon pakis.
Melihat daun pakis itu, Puti Sanang menjadi lapar. Ia melihat daun pakis itu sangat segar, apalagi sejak semalam ia memang belum makan.
Lalu Puti Sanang memetik daun pakis itu dan mencucinya di sungai kecil.
Puti Sanang lalu duduk di pinggir sungai itu dan mencicipi pucuk pakis tadi.
“Wah enak sekali daun ini, nanti pulang aku mampir lagi ah, akan ku petik untuk ibu di rumah,” gumam Puti Sanang.
Gembira ia menemukan makanan enak, Puti Sanang buru-buru bangkit untuk melanjutkan perjalanan ke kebun ayahnya.
Namun alangkah kagetnya Puti Sanang, kakinya malah tergelincir di batu licin. Ia terpeleset, tubuh mungilnya miring, lalu bekal ayahnya terjatuh ke dalam sungai kemudian hanyut.
Puti Sanang menjadi sangat panik, ia langsung membayangkan ayahnya menunggu kelaparan dan membayangkan ibu tirinya akan ngamuk kalau mengetahui hal ini.
Lalu Puti Sanang bergegas mengejar bekal yang hanyut tadi. “Apapun yang terjadi aku harus bisa menangkap bekal tadi,” ujar Puti Sanang.
Ia kemudian menyusuri jalur Sungai itu dari pinggir. Tak sadar Puti Sanang sudah berjam-jam mencari dan belum juga menemukannya.
Sementara itu, ayahnya yang lapar lalu pulang ke rumah. Sesampai di rumah ayahnya langsung marah ke ibunya.
“Bu mana makananku? Aku sudah menunggu lama sampai kelaparan,” ujar Ayah Puti Sanang.
Ibu Puti Sanang terdiam, namun dalam hati ia berkata, ini adalah kesempatannya menyampaikan keburukan Puti Sanang, agar ia diusir dari rumah.
“Begitulah Puti Sanang, apapun yang aku perintahkan dia selalu melawan, ini contohnya, sebaiknya bapak harus tegas dan memarahi dia supaya dia tidak kelewatan begini,” jawab Ibu Puti Sanang kepada suaminya.
Sementara itu Puti Sanang yang masih menyusuri sungai, tersentak dan baru sadar. Ia sudah terlalu lama mencari bekal yang hilang, hari juga sudah semakin gelap.
Lalu ia memutuskan untuk kembali ke rumah dalam perasaan bersalah.
Sesampai di rumah, Puti Sanang ternyata sudah ditunggu oleh ayah dan ibu tirinya di depan rumah.
Puti Sanang langsung kecut, ia melihat wajah ayah dan ibunya sangat marah.
“Hei Puti Sanang! Lihat kelakuanmu, lihat mulutmu putih-putih, kau habiskan makanan ayahmu ya, keterlaluan sekali kau Puti!,” ujar ibunya langsung.
Puti langsung menghapus mulutnya. “Bukan ibu, ini bekas tanaman yang kumakan di hutan tadi, sementara bekal ayah hanyut di sungai, aku telat pulang karena mencari bekal itu,” ujar Puti.
Namun rupanya alasan Puti Sanang tak bisa diterima oleh ibunya. Ayah Puti Sanang juga ikut terpengaruh, ia ikut memarahi Puti Sanang.
“Kini kau kami usir dari sini, pergi kau dari sini sekarang juga dan jangan bawa apapun dari rumah,” ujar ibu tirinya. Ayahnya hanya diam sambil mengangguk-ngangguk setuju.
Alangkah sedih hati Puti Sanang, selama hidupnya dengan ibunya dulu, belum pernah ayahnya memarahi seperti ini, ayahnya dulu sangat baik, sama seperti almarhum ibunya.
Dengan hati yang sedih, Puti Sanang lalu pergi meninggalkan rumahnya.
Ia tak mau lagi menoleh ke belakang. Terlalu banyak kenangannya di rumah itu bersama almarhum ibunya dulu.
Lalu ia terus berlari hingga sampai ke sebuah batu besar. Sampai di batu itu, Puti Sanang duduk sambil menyanyikan lagi sedih.
Tinggai tinggai kau bateu,
kau kuminyok kau kusikat kau ku ureh
Tinggailah kau bateu tinggailah tinggai buwealah badon rinai.
Artinya:
Tinggi tinggi engkau batu,
engkau kuminyaki, engkau kusikati, engkaukuusapai.
Tinggilah tinggi tinggilah engkau batu. Tinggilah tinggi bawalah badan ini
Sambil bernyanyi, Air mata Puti Senang terus mengalir. Tak tersadar, tetesan air mata Puti Senang kemudian membelah batu itu.
Perlahan-lahan, belahan batu itu menarik rambut panjang Puti Senang hingga akhirnya juga menelan badan Puti Sanang.
BACA JUGA:Legenda Asal Usul Danau Kerinci dari Sebutir Telur Naga
BACA JUGA:Legenda Asal Mula Negeri Lempur Kerinci
Kini, warga di Sungai Penuh menyebutnya sebagai Batu Puti Sanang atau Putei Snang yang ada di Dusun Batu Panjang Desa Sungai Jernih Sungai Penuh Provinsi Jambi.
Batu Puti Sanang dulu sering dikunjungi anak-anak sebagai tempat bermain, namun sayang kini Batu Puti Sanang telah dipenuhi semak belukar, tapi masih ada. (***)
Sumber: Dirangkum dan ditulis berdasarkan dari cerita masyarakat Sungai Penuh
BACA JUGA:Kisah Hantu Pirau dan Cincin Pinto-pinto Raja Jambi
BACA JUGA:Legenda Batu Panjang Sungai Penuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: