Bagian 9: “Patah Hatinya Orang Pintar”

Bagian 9: “Patah Hatinya Orang Pintar”

ilustrasi--

“Nggak ada manusia yang sia – sia, jahat lo mah!” Nada bicara Raka berubah sendu, kalo sedang sakit begini, Raka itu sering bingung sama dirinya sendiri. Sedikit – sedikit ingin nangis, sedikit – sedikit ingin marah, suasana hatinya terlalu cepat berubah, buat Raka susah mendeskripsikan sebenarnya yang sakit ini badannya atau hatinya.

Abian menghembuskan nafas kesal, ia memilih keluar dari kamar rawatnya Raka, soal kepala yang sama – sama panas jika diadu bukan adanya solusi, justru memantik api masalah yang lebih besar. Alih – alih buat hubungan pertemanannya dan Raka renggang, Abian pilih keluar, dinginkan kepala dan tenangkan hatinya yang sedang dilanda emosi luar biasa.

Widia duduk di samping Raka, mengambil alih tempat yang tadinya di duduki Abian, ia tersenyum kecil berusaha mengerti soal problematika sahabatnya ini. Perihal hati yang itu – itu saja, orang masih orang yang sama seperti tahun lalu, tapi memang dasarnya Raka yang pengecut buat ungkap isi hati kalo ia tak ingin dianggap teman biasa melainkan teman hati yang ingin dibawa tiap perjalanan hidupnya.

“Kalo Arsena suka memangnya salah siapa dari dulu selalu bilang berkali kali kalo antara kita nggak akan ada yang bisa jatuh cinta, selamanya bakal jadi teman biasa. Lupa?” Tanya Widia, nadanya datar. Widia dan Abian itu biasanya jadi yang paling konyol soal urusan apapun, paling santai apapun masalahnya, tapi kalo sudah sampai menyakiti diri, tak boleh ada yang diam, mereka akan jadi garda paling depan buat menenantang, masalah itu jalan keluarnya dicari bukan depresi terus mati.

“Raka, milyaran manusia ini diciptakan nggak semuanya kok buat hidup sendiri, kalo sekarang lagi Sukanya sama Arsena ya bilang, ya perjuangin sebelum Juandra yang datang dan buat tempat di hati Arsena. Ya kalo mau diam gini aja, terima resiko, Arsena juga punya hak buat taruh hatinya sama siapa saja, jangan jadi anak kecil yang mau punya semuanya, egois itu namanya.” Ingat Widia, siapa saja yang dihadapkan perihal patah hati semuanya bisa jadi manusia paling tidak rasional, sebab menyangkut hati itu banyak pertimbangan, ada yang pilih menikmati sakit biar waktu yang buat sembuh dan berlalu, ada yang pilih simpan supaya sakitnya tak lebih sakit dari hari ini walau bertahun – tahun dengan rasa beban ia harus lewati.

Raka diam, Widia pun turut diam. Antara dirinya, Raka, Abian dan Arsena. Widia sangat yakin yang paling mengerti untuk mengambil tindak perihal langkah, Raka paling tahu, soalnya Raka itu…keras kepalanya taunya resiko, kalo mau sakit ya ambil, kalo nggak ya sudahi, ada pilihan, ya pilih, jangan jadi orang plin- plan yang apa – apanya nggak mau diberi beban, nama hidup ya nggak melulu soal enak dan bahagianya.


Ari Hardianah Harahap--

Rumit ya, perihal asmara saja, dunia sampai harus bolak balik diskusi sama semesta cuma karena hati manusai yang negonya luar biasa susah. (Bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: