Bagian 9: “Patah Hatinya Orang Pintar”
ilustrasi--
“Rasional itu bukan yang apa – apanya cuma masuk akal aja, tapi ada yang namanya pertimbangan, gimana langkah preventifnya nanti, apa laba dan ruginya dan tau prediksinya. Soal hati juga begitu, harus rasional, biar kalo rugi ya minimal ada finalti, biar sakitnya itu, sakit yang bisa ditolerir sesama hati”
-Raka, Gunanya diberi pendidikan tinggi, biar soal cinta nggak ada tuh steatment yang namanya cinta itu buta dan tuli, semuanya ada perhitungan ada pertimbangan.
>>>***<<<
Yang namanya patah hati itu bisa menyapa siapa saja, nggak peduli anak kecil, nggak peduli orang dewasa bahkan orang – orang setua kakek dan nenek juga patah hati. Lucunya, patah hati itu sembuh dalam waktu yang berbeda – beda, ada yang sudah bertahun – tahun baru bisa lega, ada yang satu atau dua hari sudah kembali seperti biasa katanya sih alasan biar nggak jadi beban pikiran yang menghambat masa depan. Dan Raka jadi orang yang memilih opsi kedua, butuh dua hari setelah acara galau diiringi dengan malas makan yang berujung kasur rumah sakit untuknya.
“Bi, kemaren gua tu denger apa gimana ya? Lupa – lupa ingat juga sih. Ada orang yang ceramahin kita, katanya kita boleh mencintai orang lain tapi nggak boleh melebihi cinta ke diri kita sendiri, diri kita tetap harus jadi prioritas utama. Ada kan Bi, lo dengar itu.” Widia memulai pembicaraan kecil antar mereka, Raka dan kekasihnya—Abian. Ruang rawat inap Raka yang tadinya senyap itu kini terisi gelak Abian yang melihat Raka tengah cemburut masam.
Abian berakting sebentar, mengikuti drama yang dibuat oleh Widia, “Iya ya, ada ingat bener aku itu mah Ay. Tapi kok ya, yang ngomong nggak bisa nerapin ke dirinya sendiri. Padahal waktu itu kita mah nggak sampai harus dirawat dirumah sakit kan ya Ay,”
“Kalo mau ngejek, ngejek aja kale, nggak usah pake nyindir – nyindir segala!” Raka yang tadinya fokus pada ponselnya kini menatap Widia dan Abian bergantian dengan mata tajam.
“Siapa yang nyindir? Kalo lo kesindir ya bukan salah kita.” Ucap Widia bergidik, melanjutkan acara mengupas buahnya yang terhenti sesaat. “Ngerasa ya Ka, ya iyalah Cuma karena Arsena seorang ini Anggara Rakandra berhenti makan dan masuk rumah sakit!” Timpal Abian, Abian yang memang sudah geram akhirnya melayangkan satu jitakan mulus pada Raka, sebab satu – satunya keahlian temannya ini hanya tau cara mendapatkan nilai yang nyaris sempurna, selebihnya apapun tentang hidup poin seseorang seperti Raka ini nyaris nol besar jika tidak mengingat kalo Raka itu masih manusia yang pilih – pilih soal uang.
“Kan lo yang bilang, semua orang bisa bego karena cinta!” Balas Raka mengusap kepalanya panas.
“Ya nggak sebego lo juga, nyaris mati karena cinta. Itu paling bego ya anjing!” Kesal Abian, Widia menatap kedunya dengan mata berbinar sembari menikmati Apel hasil kupasannya, kapan lagi melihat drama action gratis.
“Yang di tv – tv gimana, apa nggak waras dong!” Raka itu…keras kepalanya luar biasa.
“Ya emang nggak waras. Apa lo? Mau ikut – ikutan, besok kalo Arsena terjun ke jurang mah lo ikut aja terjun ke juran sana!”
“Bisa mati gue!” Protes Raka.
“Bagusan mati aja dibanding jadi manusia sia – sia kaya lo,” Abian kepalang gedeg sama Raka yang mulutnya tiba – tiba jadi lebih ceriwis dari Widia. Ada saja jawabannya, buat Abian yang dasarnya merasa punya otak pas – pasan harus mikir dua kali lipat buat jawab semua balasan Raka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: