Bagian 18: “Agar Rasa yang Ada Tidak Sia – Sia”
Ari Hardianah Harahap--
ABIAN itu jika ditanya sebesar apa ia mencinta Tata maka jawabannya akan selalu ambigu, bukan karena ABIAN tak cinta tapi ABIAN ragu untuk mendeskripsikan rasa yang ada di dalam hatinya, katanya jika ada yang bisa menggambarkan cinta ABIAN pada Tata maka itu adalah cinta ABIAN nomor dua setelah tuhan.
Perihal Bunda jangan ditanya, tidak ada urutan yang bisa menggambarkan urutan cinta untuk Bunda di hati Abian tidak nomor satu tidak juga terdefinisi. Seperti hari ini, pertanyaan itu kembali terlontar, perihal Tata yang masih saja bertanya – tanya, Abian itu mencintai dia sebesar apa memangnya.
“Tinggal gambarin sebesar apa doang susah banget elah ya Yan! Tinggal bilang seluas Samudra, seluas dunia atau apa kek biar bahagia dikit akunya!” Kesal Tata menyendok es krim matchanya dengan ganas, menatap Abian sinis, sedang sang empu yang ditatap hanya menangguk – aguk antara acuh dan tak acuh.
“Banyak” Jawab Abian singkat, padat dan jelas. Tidak ingin memperpanjang, Tata itu wanita, berdebat dengan wanita sama saja memasukkan diri ke kandang macan dengan pasrah, setidaknya itu pandangan Abian selama ini berdasar pengalamannya yang selalu kalah berdebat dengan Tata, bahkan perihal semut hitam dan semut merah yang hidup lebih lama saja Abian kalah, rasa – rasanya perdebatan itu tidak berguna, tapi Abian selalu menantikan masa – masa Tata yang sudah bawel menjadi lebih bawel.
Tata mencebik, es krimnya sudah habis, begitupula dengan Abian. Masih setengah hari dari waktu kencan mereka berdua, tapi Tata sudah dalam mood yang tidak bagus, ia berdiri, meninggalkan Abian sendirian yang tengah membayar pesanan mereka berdua. Abian yang melihatnya hanya mendengus geli, selesai dengan urusannya ia ikuti langkah Tata pelan, kali ini berjalan di belakang Tata sembari tersenyum kecil melihat Tata yang tengah merajuk.
Tata memperhatikan sekitarnya dengan seksama, dan terpintas kembali kalimat yang ia baca beberapa hari lalu, “Cinta dan kasih itu abstark, jadi jika ditanya apa itu cinta dan kasih maka akan jadi bermacam – macam bentuknya” Tata dapat melihat anak kecil yang tengah di tuntun orangtuanya, yang dikasih dengan begitu lembut, yang dijaga hati – hati sedemikian rupa dari luka.
Lalu, Tata lihat lagi, adik kakak yang tengah bertengkar tapi tak urung sang kakak tetap menemani adiknya yang menangis. Kemudian, Tata lihat lagi dua sahabat yang tengah saling mengejek, kemudian kembali tertawa sebab canda ria diantara mereka, tidak berhenti disitu Tata lihat lagi sepasang kekasih yang tengah beradu mesra, melontarkan rayuan ala – ala yang buat pipi memerah, padahal dari kata – kata yang begitu klise.
Dan Tata tau….ia menyadari satu hal, Abian merangkum segala bentuk dan kasih itu menjadi satu. Abian-nya beri ia cinta sebanyak yang ia mau, sebanyak yang ia butuhkan, Abian-nya beri ia segalanya yang di punya.
Tata berbalik menatap Abian dengan mata berkaca – kaca tapi tetap dalam bibir yang mencebik, kemudian berjalan ke arah Abian dan menggenggam tangan Abian, kembali berjalan bersisisan tanpa kata yang mengundang tawa kecil Abian.
“Banyak kan Ta,” Usil Abian.
“Apaan sih!” Kesal Tata.
Perihal ‘kita’ itu memang unik ya, bahkan tanpa kata saja kita bisa selesai dari perdebatan yang timbul, tanpa harus bersusah payah meniti bersama, kita bersisian, tolong jadi ‘kita’ yang lama, agar rasa sebanyak ini tidak sia – sia ke hal yang salah saat tumpah ruah. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: