Bagian 6: “Dibalik Kuat, ada Sakit Luar Biasa Hebat”
Ari Hardianah Harahap--
“Lama ya?” Tanya Pemuda itu, Sara hanya diam, pikirannya kosong, teringat waktu dimana semuanya terasa sia – sia, teringat dimana jurang itu harus kembali ada, saat dimana ia mempertruhkan hidup dan matinya, masa depannya, keluarganya, ia pertaruhkan segala yang ia punya demi pengkhianat yang memadunya dengan banyak kata cinta. Bahkan disaat ia diberi luka yang tidak masuk akal sakitnya, belas kasihnya pada pemuda itu dalam persidangan masih ada, doa dan keringan yang bertutur darinya, membungkus seluruh kata yang ingin ia ucapknya, mengapa cinta yang ia agungkan dan begitu tulus ia berikan dibalas dengan pengkhianatan yang begitu menyakitkan.
Sara tidak menjawaba, ia diam, seoalah tak melihat pemuda itu ada dihadapannya. Ia mencengkram plastik belanjaanya erat, langkahnya pelan, meninggalkan pemuda itu tanpa pernah menoleh, Sara manusia, satu kali disakiti cukup untuk membuat tidak lagi terlibat dalam situasi yang hanya memberinya rugi.
“Ra…” Panggilan itu sarat akan rindu, entah sampai atau tidak makna itu pada sang empu. Lirih dan letih jelas terasa, suara itu serak, serak yang sehabis berteriak dan menangis, ia tak minta dikasihani, ia hanya butuh sedikit waktu, untuk mendengar kabar, agar ia tak larut dalam bayang – bayang salah seumur hidupnya. Agar ia tahu, luka yang pernah ia tinggalkan tak jadi belenggu untuk orang – orang tercintanya.
Sara menghapus air matanya sebentar, ia mengambil ponselnya. “Halo Sa, iya Roan sama Sadam udah baikan? Tadi pagi, Roan sama Sadam berantem lagi, ini bukan pertama kalinya sih sejak kemarin, tapi hari ini pertama kalinya Roan datang lagi, buat lukanya, hari ini tiga – tiganya keliatan lucunya, syukurya nggak ada benci diantara mereka,” Setelahnya Sara terus berjalan menajauh sembari menitikkan air matanya.
Lihat lukanya luar biasa hebat, tapi hatinya luar biasa juga kuat. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: