Bagian 7.1: “Someone Else”

Bagian 7.1: “Someone Else”

Ari Hardianah Harahap--

Sundra terus melirik jam ditangannya, ponselnya mati saat tidak sengaja tergiling oleh ban motornya sendiri, dan parahnya lagi ia sudah berjanji untuk menjemput Arisa, entah sudah berapa lama perempuan itu menunggunya, yang sialnya tidak bisa ia kabari. Sundra tergopoh – gopoh, setelah mengisi minyak di pom bensin ia segera melaju dengan cepat menuju kampus.

Hari ini pantas dijuluki sebagai hari sial sepanjang hidupnya, Sundra sedikit kehilangan kendali saat harus memarkirkan motornya dan tidak sengaja menyerempet seorang mahasiswi yang kini terjatuh, meringis kesakitan. Sundra melepas helmnya sembarangan dan menghampiri perempuan tersebut.

“Lo gak apa – apa?” Tanya Sundra, ia melihat tubuh perempuan itu, apakah ada yang terluka atau tidak.

Perempuan dengan rambut pendek tersebut terdiam untuk beberapa lama, “Kak Sundra?” Tanya Perempuan tersebut, matanya berbinar senang, wajahnya yang tadinya meringis kini tampak ceria. Perempuan tersenyum lebar menatap Sundra, “Kakak ingat aku nggak? Aku Aya.” Beritahu Aya.

Sundra tersenyum kikuk, untuk menghargai Aya, dia hanya menganggukkan kepalanya, “Ah…Aya ya?” Balas Sundra. Aya mengangguk semangat.

Namanya Amanda Ayasa, biasanya ia dipanggil Amanda, Aya itu panggilan kecilnya dan hanya keluarga dekatnya lah yang memanggil dia dengan sebutan Aya. Ayasa, tidak tahu apakah Sundra benar – benar mengingatnya atau tidak, karena gelagat pria itu begitu canggung. Padahal di tahun pertama Ayasa, dia sangat sering menghampiri Sundra entah sengaja atau tidak, sekedar untuk menyapa dengan suara pelan, tersenyum sekilas, atau hanya untuk mengagumi Sundra dari jauh.

“Lo nggak apa – apa kan?” Tanya Sundra lagi, memastikan. Sundra mengelurkan tangannya, membantu Ayasa berdiri, yang segera disambut oleh Aya dengan senang hati.

“Aku nggak apa – apa kok kak, cuma jatuh dikit doang.” Ayasa tersenyum hangat, ia menepuk pakainnya yang sedikit kotor.

“Maaf ya tadi gue buru – buru banget, mau jemput temen soalnya.” Sundra meminta maaf, dengan tulus, “Kalo ada apa – apa yang sakit bilang aja, nanti gue temenin buat berobatnya,” Jelas Sundra lagi yang dibalas gelengan kepala cepat oleh Ayasa.

“Gue nggak apa – apa kok Kak,” Jawab Ayasa, “Temen? Temen lo bisa nunggu bentaran dikit kali kak dibanding lo buru – buru gini kak.” Ucap Ayasa.

Sundra tertawa, “Iya, guenya yang nggak mau buat dia nunggu.” 

Ayasa tersenyum culas, sekarang ia tahu mengapa Sundra begitu terburu – buru. Ayasa melihat tiga kakak tingkatnya yang lain berdiri tak jauh darinya Sundra. Tentu Ayasa juga mengenal ketiganya, karena mereka teman – teman dari Sundra. Tidak ada yang tidak Aya ketahui tentang Sundra, termasuk perempuan yang bernama Arisa yang selalu menempel dengan Sundra.

“Kalo gitu, gue pamit dulu ya.” Pamit Sundra yang segera ditahan oleh Ayasa.

“Akh…kaki gue nggak tau kenapa tiba – tiba sakit,” Adu Ayasa meringis sambil memegangi kakinya, “Boleh tolong antarin gue pulang nggak? Hitung – hitung sebagai…” Ayasa tidak melanjutkan perkataanya, ia yakin Sundra pasti paham maksudnya.

Sundra tampak ragu sesaat, Arisa pasti akan menunggunya lebih lama lagi, tapi disatu sisi Aya juga menjadi tanggung jawabnya karena kesalahnnya. Sundra mengangguk dan membiarkan Aya untuk menaiki boncengan motornya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: