Bagian 19: “Usai ini, Apa Lagi Dialog Kita?”

Bagian 19: “Usai ini, Apa Lagi Dialog Kita?”

Ari Hardianah Harahap--

“Peribahasa itu dibaca, biar tahu kalo yang namanya kata itu bermakna, biar nggak jadi yang sia – sia terus mengantarkan pada tiada, hanya karena lupa yang namanya bahasa sopan santun manusia.”

-Bian, mimpinya jadi duta bahasa dunia.

>>>***<<<

Bian tidak akan pernah lupa, apa saja yang aka nada dalam setiap kisah, prolog, epilog, dialog, dan lainnya yang membuat kisah itu utuh hingga akhir. Secara tidak langsung, dalam kehidupan, Bian sama saja tengah membaca bukunya, hanya saja untuk menuju akhir yang ia dambakan, Bian sedikit kesusahan.

“Kita udah nggak jelas dari awal, mau dibuat sejelas apapun, kita bakal tetap jadi manusia yang abu – abu, iya kan?” Hari itu Jingan menjadi orang pertama yang mengeluarkan pertanyaan, nyatanya kata orang akan berubah seiring waktu itu benar adanya, bahkan rasanya masih sulit menerima bahwa playboy cap kadal seperti Jingan berbicara tentang sebuah arti dewasa.

“Gue pengen ngejokes kalo lo kesambet, tapi gimana ya, jokesnya udah garing sekarang, soalnya lo udah terlalu sering, nggak ada badai, nggak ada hujan, bawa topiknya berat mulu, udah berasa debat capres cawapres gue.” Sandi just being Sandi, masih asyik dengan cilor pedasnya, dan Jinan yang setia bersender sambil sesekali mencoret buku kecil yang selalu ia bawa kemana – mana. 

Jingan ingin melempar sepatunya saat ini juga pada Sandi, namun mengingat Sandi saat ini sedang makan jadi ia hanya mampu menghembuskan nafasnya perlahan. Walau keseharian mereka berempat adalah baku hantam, ada dua prinsip yang tetap mereka teguh, pertama berbakti kepada orangtua, menolong sesama terutama anak – anak dan lansia, kedua tidak boleh mangganggu orang yang sedang makan ataupun tidur, sebab keduanya adalah privilege nikmat dunia.

“Selesai makan baku hantam ajalah kita dilapangan!” Ajak Jingan berduel, Sandi terkekeh, menyenggol Jinan yang bersandar kepadanya, “Iyain nggak Nan?” Tanya Sandi yang dibalas Jinan dengan alis terangkat bingung. “Wakilin gue, kalo menang buku ceban kemaren gue beliin buat lo!” Nego Sandi yang langsung diangguki sempurna dan mata berbinar oleh Jinan.

“Apaan?! Orang gue ngajak lo bukan Jinan!” Protes Jingan, “Ngajak si cupu mah sama aja cari mati, gue yang kagak ada skill suruh lawan tekwondo sabuk hitam, gimana kagak ko!” lanjutnya.

“Emas nasional lagi tekwondonya.” Timpal Bian tiba – tiba. “Nah akhirnya bersuara juga jagoan kita,” Ujar Jinan yang dibalas gelengan kepala tak habis pikir oleh Bian.

“Gua Cuma berpikir, seandainya kita nggak punya kata lagi, nggak ada lagi dialog diantara kita, menurut lo pada kita bakal jadi manusia yang gimana?” Tanya Bian.

“Ya yang biasa – biasa aja, hidup nggak melulu soal bicara,”

“Memangnya tanpa kata kita bakal tiada, bahkan kata yang adanya meniadakan.”

“Ada baiknya, kadangkala namanya manusia, kata – katanya terlontar tanpa tau apa itu bahasa.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: