Bagian 2: “Password 486”

Bagian 2: “Password 486”

Ari Hardianah Harahap--

“Ada yang fase romansanya begitu indah luar biasa, ada pula yang sedihnya duhai tak terkira, ada pula yang sunggu nelangsa hatinya, banyak hal, banyak peristiwa pada setiap manusia. Itu mengapa, jika ditanya apa itu cinta? Bisa saja luka, bisa suka, bisa juga duka, bisa juga bahagia yang luar biasa.”

-Jeje, Duta Sad Boy Masa Kini

>>>***<<<

Jeje menantukalannya beberapa kali ke dinding luar toko sepatu tua yang sudah menjadi seperti rumah keduanya. Toko sepatu itu sudah berdiri sejak lama, dari zaman ia menemukan kancut, bertemu dengan orang seaneh Cipta hingga jatuh cinta diam – diam pada Magenta, si perempuan kepang dua yang menggilai Biola lebih dari apapun. Namun, lebih aneh lagi dirinya, yang terjebak dan bisa bertahun – tahun bersahabat bersama mereka.

“Lo nggak berniat mecahin kepala lo disini kan, Je? Kebetulan gue lagi malas bersih – bersih hari ini, kasian Tok Sus kalo sepatunya nggak laku cuma karena darah sia – sia lo itu.” Itu Cipta, menguap di samping Jeje, menaik turunkan alisnya menatap Jeje heran, yang sudah seperti pasien kabur dari Rumah Sakit Jiwa.

“Lo harusnya mengasihani gue hari ini, Cip. Gueee…..gue nggak akan nikah Cipta!!!” Teriak Jeje kemudian menangis brutal memeluk Cipta, walau tidak ada air mata yang tumpah sama sekali di wajah Jeje. Cipta kelimpungan sebab di peluk Jeje tiba – tiba dengan tangis histerisnya.

Cipta memukul punggu Jeje keras, melepaskan pelukan kuat Jeje, “Heh?! Ngapain memananya lo? Impoten lo?!” Tanya Cipta dengan raut wajah pias, yang dibala Jeje dengan tinjuan di bahunya,

“Sakit, sih sia mah mukul kagak ngotak, monyet memang!” Misuh Cipta, mengelus bahunya yang direspon Jeje dengan dengusan, “Ya lo kalo doa bener dikit?! Ya kali Impoten, begini – gini cita – cita gue mau menjadi Ayah yang baik bagi anak – anak gue entar dan Imam yang baik buat istri gue till Janna!” Ujari Jeje diplomatis.

Cipta menguap, “Lo kayak denger suara nyamung nging nging nggak sih dari tadi? Bualan aja isinya, enek gue mau muntah.” Balas Cipta Santai. Jeje merengut masam. Wajahnya kembali sendu, ia kembali mengingat peristiwa beberapa jam lalu yang terjadi diantaranya dan pujaan hatinya.

“Cipta…..” Panggil Jeje nelangsa, “Kalo nggak sama dia gue nggak mau nikah!” Ucap Jeje dengan nada bicara keras yang dihadiahi Cipta dengan pukulan gratis di kepalanya.

“Nikah nikah aja pala lo! Noh, tuh PTN di depan mata. Jurusan masih plin plan aja pakek mikir segala nikah. Nggak hidup tu cewek makan pakek cintah doang! Butuh Skincare, bedak, fashio—” Jeje segera membekap mulut Cipta sebelum ceramahnya semakin panjang dan membuat kuping Jeje berdengan mendengarnya.

“Punten doro…” Jeje tersenyum paksa, menangguk pelan sebelum melepas bekapannya pada mulut Cipta.

“Tangan lo bau terasi jamet!” Kesal Cipta. Jeje menarik Cipta serius, mengajak Cipta berjongkok di depan pintu Toko Sepatu tua itu dengan raut wajah tegangnya.

“Coba lo dengerin Cip!” Suruh Jeje, ia menatap Cipta seolah tengah melakukan misi rahasia negara dengan kepentingan banyak hak orang hidup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: