Bagian 18: “Empat Sekawan Strong”

Bagian 18: “Empat Sekawan Strong”

Ari Hardianah Harahap--

“Kita nggak suka hidup di buru – buru, maunya sesukanya aja, semuanya aja. Gapapa, lakukan senyamannya, tapi selalu ingat yang namanya semau – mau nggak ada yang pernah maju.”

-Jinan bersama kawan strong!

>>>***<<<

“Lo pernah nggak kepikiran untuk berhenti aja jadi manusia, pengen jadi batu atau rumput bergoyang aja?” Tanya Jinan, entah pada siapa ia bertanya tidak ada yang menyahuti, malah tiga orang lain yang kini asyik dengan siomay dan batagor mereka malah terlihat tegang, sebab Jinan yang biasanya berkutat serius dengan buku matematika dan segala rumusnya, mulai membicarakan hal yang tidak masuk akal, itu artinya dunia sedang tidak baik – baik saja.

“Lo ada denger kabar BMKG bilang kita bakal badai topan, gunung Meletus, tsunami atau banjir bandang gitu nggak? Gempa gitu ada nggak?” Bisik Sandi pada Bian dan Jingan yang kompak menggeleng masih dengan mulut penuh batagor, “Lo kata kiamat!” Balas Jingan menoyor kepala Sandi dengan sendoknya, ketiganya masih mengbrol dengan bisik – bisik.

“Kita kudu buruan tobat nggak sih, nggak tau bakal kapan mati euy, jadi takut. Jinan aja udah mulai stress soalnya.” Ujar Sandi, “Lo mah tobat ya tobat sendiri aja, gue sama bian nggak perlu, yang yang sedari awal merasa sesat kan cuma lo,” Timpal Jingan, “Kita mah anak baek – baek nggak Ngan?” Sambung Bian dengan pertanyaan, yang kemudian dibalas tos ala pria antar mereka.

“Baku hantam ajalah kita di lapangan!” Misuh Sandi, sebab teman – temannya sangat kompak dalam hal menistakannya, entah apapun itu pasti ada aja ulah dari mereka mereka yang tiada habisnya. Jinan yang sedari tadi memisahkan diri, turut berkumpul bersama Bian, Sandi dan Jingan, kepalanya terkulai lemas diatas meja, siomay yang ia pesan hanya ia diamkan, bahkan jus naga yang biasanya begitu Jinan dambakan dan puja, ia biarkan saja kali ini. Membuat tatapan heran dari tiga temannya.

“Jinan beneren udah deket deh kayanya,” Ujar Jingan yang dibalas anggukan oleh Sandi dan Bian, mata ketiganya kompak berkaca – kaca, dan memeluk Jinan. 

“Jinan please jangan pergi dulu, kita masih butuh lo, gua mau nyontek pr mtk sama siapa kalo nggak ada lo, Bian otaknya bego banget apalagi Jingan, begonya udah nggak tertolong!” Sandi menangis tersedu – sedu memeluk Jinan, yang langsung ditarik oleh Bian dan Jingan, kemudia didorong sejauh mungkin dari mereka.

“Sialan bener jadi kawan!” Umpat Sandi mengelus bokongnya yang mencium tanah akibat dorongan Bian dan Jingan, “Tolong berkaca kawan,” Balas Bian seenak jidat, kemudian mengembalikan fokusnya pada Jinan.

“Nan, tolong jangan pergi, gua nggak bisa minjem manga lagi entar, akhir – akhir ini bunda pelit, gue bokek!”

“Nan nyerah aja plase, biar doi lo sama gue aja!”

Jinan tersenyum hampa, apa yang diharapkan Jinan dari tiga manusia lainnya yang jika dibandingkan saja otaknya tak lebih baik dari dirinya, sial sekali rasanya kehidupannya dihabiskan bergaul dengan orang gila seperti Bian, Jingan dan Sandi.

“Lo benar bener pada strong banget kayanya!” Sindir Bian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: