Populasi Sapi Besar
Daging Malah Langkah
SURABAYA-Status Jatim sebagai lumbung pasokan daging sapi Indonesia mulai dipertanyakan. Di balik angka populasi sapi Jatim yang mencapai 4,8 juta ekor, para pedagang sapi dan daging segar justru merasa susah mencari sapi dengan harga yang layak. Akibatnya, harga daging terus merangsak naik.
Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Muthowif mengatakan, harga sapi hidup menurut pantauan lapangan sudah mencapai Rp 34 ribu/kg kemarin (13/11). Jika kalkulasinya, harga tersebut bakal menghasilkan Rp 95 ribu/kg untuk daging segar di pasar tradisional. \"Harga tinggi di pasar sudah tak bisa dihindari. Sebab, pedagang yang berebut membeli pasti banyak. Karena sapi dengan harga yang bisa nanti hasil dagingnya kurang dari Rp 80 rib/kg sudah jarang,\" jelasnya di Malang kemarin (13/11).
Hal tersebut, lanjutnya, membuat jumlah sapi yang masuk ke rumah potong hewan berkurang jauh. Misalnya, rumah potong hewan di Pegirian. Rumah jagal terbesar di Jatim ini hanya bisa memotong 130-140 ekor sapi setiap harinya. Padahal, dua tahun sebelumnya sapi yang dipotong di sana bisa mencapai 200 ekor per hari.
Kisah yang sama juga diberikan oleh Haji Abu Sofyan, pedagang sapi dari malang. Dia menyebutkan, jumlah sapi yang dipotong di malang tahun ini sekitar 40 ekor per hari. Padahal, dua tahun sebelumnya bisa memotong hingga 60 ekor. \"Karena itu, harga daging pasar tradisional bisa mencapai Rp 80 ribu,\" jelasnya.
Di sisi lain, pedagang sapi asal Pegirian Apriyadi mengatakan, pedagang seperti dia kalah saing dengan pihak yang lain. Sebelum idul adha, dia tak sanggup bersaing dengan perusahaan besar dan masyarakat yang beli untuk keperluan kurban. \"Mereka kan belinya nggak berhitung untung rugi,\" jelsanya
Na\"asnya, keadaan tambah buruk setelah idul adha. Stok sapi malah menjadi sedikit. Belum lagi, dia masih harus bersaing dengan beberapa pelaku penggemukan yang berani bayar rugi dengan pedagang sapi. \"Mereka berani bayar sesuai harga yang ditawarkan padahal ditimbang tidak mencukupi. Misalnya, harga belinya 10 juta tapi saat ditimbang Rp 9 juta, mereka tetap bayar Rp 10 juta. Sekarang, pedagang sapi mana yang nggak tergoda?\" ujarnya.
Imbasnya, dia harus mengurangi jatah beli sapi. Jika dua tahun yang lalu Pri, sapaan akrabnya, bisa membeli hingga 20 ekor sapi setiap pergi ke pasar, tahun ini hanya tiga ekor saja. \"Dulu berani karena harganya masih Rp 5 juta dan masih bisa untung. Sekarang harga bisa sampai dua kali lipat dan untungnya belum tentu,\" imbuhnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim Tjahjono Haryono mengatakan, pihaknya juga terkena imbas. Dia mengaku, harga jual yang berputar di industrinya kini sekitar Rp 80-90 ribu. Harga tersebut karena pasokan dari penyuplai restoran tak bisa memenuhi permintaan. Apalagi, restoran punya permintaan khusus dalam memesan daging. Misalnya, daging lulur dalam (tenderloin) atau daging lulur luar (sirloin). \"Supplier kami katanya harus ambil dari Bali dan Jakarta. Bahkan, ada yang akhirnya hanya menyediakan daging sapi impor,\" ujarnya.
Dia berharap, harga daging bisa kembali normal dalam 1-2 minggu kedepan. Sebab, jika harga masih tinggi menjelang bulan terakhir, artinya harga tersebut akan bertahan hingga awal tahun depan. \"Kalau masih tinggi, pengusaha restoran akan menaikkan harga produknya sesuai harga daging pada Februari tahun depan,\" jelasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Peternakan Jatim Maskur mengatakan, pihaknya sudah menanggulangi situasinya. Dia mengatakan, pihaknya sudah membuat kebijakan pembatasan pembelian sapi untuk konsumsi luar Jatim. Mulai sabtu lalu, pembeli luar pulau wajib memilih sapi normal dengan berat di atas 400 kg sedangkan sapi madura di atas 250 kg. \"Dengan begini, ketakutan karena stok dijual keluar bisa diatasi,\" jelasnya.
Soal harga, Maskur mengaku sudah berusaha menjawab kebutuhan pedagang daging sapi. \"Saya sudah bertemu dengan pak Muthowif lima kali. Dan sebelum Idul Adha sudah saya pertemukan dengan peternak dengan kesepakatan harga sapi hidup Rp 31 ribu per kg. Tapi, saya tidak tahu follow up-nya bagaimana karena tugas pemerintah adalah untuk memediasi,\" jelasnya.
(bil)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: