>

Korupsi & Pencegahannya Cara Islam

Korupsi & Pencegahannya Cara Islam

      Kedua, larangan menerima hadiah dan suap. Hadiah (hibah, gratifikasi) yang diberikan kepada aparat pemerintah pasti bermaksud agar aparat itu menguntungkan pemberi hadiah. Suap adalah harta yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau aparat pemerintah lainnya dengan maksud untuk memperoleh keputusan mengenai suatu kepentingan yang semestinya wajib diputuskan olehnya tanpa pembayaran dalam bentuk apapun. Setiap bentuk suap, berapapun nilainya dan dengan jalan apapun diberikannya atau menerimanya, haram hukumnya. Rasulullah Saw bersabda: “Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar dan Al-Hakim)

      Sementara hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah termasuk yang diharamkan. Rasulullah saw bersabda: “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR. Imam Ahmad)

      Amirul Mukminin Umar bin Abdul Azis pernah menolak hadiah berupa buah apel, karena beliau memahami bahwa itu merupakan penyuapan. Diriwayatkan Amr bin Muhajir, bahwa suatu hari salah seorang anggota keluarga Umar bin Abdul Aziz memberinya hadiah apel. Atas pemberian itu, Umar lantas berkata, \"Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.\" Amr bertanya, \"Mengapa pemberian hadiah dari orang yang masih ada hubungan kekerabatan ditolak? Padahal, Rasulullah Saw juga menerima hadiah.\" Umar menjawab, \"Sesungguhnya, hadiah yang diberikan kepada Rasulullah benar-benar hadiah, sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap.\"

      Ketiga, penyederhanaan birokrasi. Birokrasi yang berbelit dan tidak rasional akan membuat segala sesuatu kurang transparan, menurunkan akuntabilitas, dan membuka peluang korupsi. Prinsip praktik birokrasi dalam pemerintahan Islam, menurut Abdul Qadim Zallum dalam kitab Nidzamul Hukmi fil Islam, harus memenuhi tiga kritera: (1) Sederhana dalam aturan; (2) Cepat dalam pelayanan, dan (3) Ditangani oleh ahlinya (profesional).

      Upaya-upaya pencegahan korupsi termasuk suap-menyuap secara umum, Islam telah menetapkan kepada setiap individu untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Jika tingkat keimanan seseorang itu kokoh dan kuat, insya Allah akan menjadi filter dari berbagai kejahatan termasuk tindakan korupsi. Rasulullah SAW pun telah menjamin melalui sabdanya :”Tidaklah seseorang akan berzina saat itu ia mu”min; tidaklah ia akan mabuk-mabukkan di saat itu ia mu”min; dan tidaklah ia akan mencuri/korupsi di saat itu ia mu”min”.HR. Muslim

      Hadits diatas dapat dipahami bahwa antara keimanan dan kemaksiatan termasuk korupsi,tidak akan dapat bersamaan dalam jiwa seseorang. Artinya, ketika seseorang dalam jiwanya terpatri keimanan yang kokoh, niscaya ia tidak akan berbuat kemaksiatan termasuk korupsi. Atau sebaliknya, jika seorang itu berbuat korupsi, maka pada saat itu pula keimanannnya lepas dari jiwanya. Dan saat ia sadar dan bertobat, insya Allah saat itu pula keimananya kembali lagi.

      Keimanan seseorang yang kuat dan kokoh merupakan modal utama menuju ketaqwaan kepada Allah, yang secara otomatis akan menjadi benteng dari berbagai godaan syetan untuk berbuat kemungkaran, termasuk dalam hal ini korupsi.

Penulis adalah pemerhati sosial keagamaan)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: