Konsisten Jaga Mutu dan Bikin Pertunjukan Eksperimental

 Konsisten Jaga Mutu dan Bikin Pertunjukan Eksperimental

Jelang Ultah Ke-20, Teater Garasi Dapat Award dari Amsterdam

 Usia 20 tahun bukan waktu yang singkat bagi perjalanan sebuah kelompok teater. Itulah yang dialami Teater Garasi yang telah bermetamorfosis dari sebuah komunitas mahasiswa pencinta teater di Jogjakarta menjadi kelompok seni pertunjukan papan atas Indonesia. Sejumlah capaian internasional pun mereka torehkan.

 BAYU PUTRA, Jogjakarta

 

 PAPAN kecil kuning berdiri tegak di ujung gang di Jalan Bugisan Selatan, Bantul, Jogjakarta. Di gang selebar 2 meter itu, terletak markas besar Teater Garasi yang tersamar oleh aktivitas bengkel mebel kayu di bagian depannya.

 Sepintas tidak tampak atmosfer seni di rumah kecil itu. Hanya sebuah pendapa terbuka berukuran 7 x 8 meter di bagian depan rumah. Rupanya, pendapa berlantai ubin itulah pusat aktivitas Teater Garasi sejak didirikan hingga saat ini. Pendapa tersebut pernah roboh terkena guncangan gempa bumi pada 2006.

 Di ruang tamunya yang juga kecil, hanya ada meja bundar dengan empat kursi yang mengitari. Ruang tamu itu lebih menyerupai perpustakaan mini. Sebab, ratusan buku tersusun rapi di rak-rak yang mengelilingi dinding di ruangan tersebut.

 Setelah diamati lebih jauh, buku-buku itu bukanlah sembarang buku. Kebanyakan buku tentang seni pertunjukan, seni rupa, sastra, budaya, dan pariwisata. \"Boleh dibilang, perpustakaan ini merupakan salah satu perpustakaan buku-buku seni terlengkap di Indonesia,\" tutur Direktur Bisnis dan Keuangan Teater Garasi Kusworo Bayu Aji ketika Jawa Pos dolan ke markas Garasi pekan lalu.

 Salah seorang pendiri Teater Garasi itu tampak bersemangat saat menceritakan perjalanan 20 tahun kelompok seninya. Bersama dua rekannya, Yudi Ahmad Tajudin dan Puthut Yulianto, Kusworo mendirikan Teater Garasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM pada 4 Desember 1993.

 Semangat idealisme yang tinggi membuat para penggawa Teater Garasi enggan meninggalkan komunitasnya meski telah lulus kuliah. Mereka malang melintang di teater kampus pada 1993\"1998. Baru pada 1999 mereka keluar dari kampus dan menyatakan diri sebagai kelompok teater independen nirlaba.

 \"Waktu itu, kami menyebut Teater Garasi sebagai laboratorium penciptaan teater,\" kenang Kusworo.

 Karena berawal dari mahasiswa pencinta teater, aktivitas Teater Garasi pun tidak jauh-jauh dari dunia akademis, yakni riset. Ya, riset menjadi salah satu ciri khas kelompok teater itu.

 Mereka selalu melakukan penelitian mendalam setiap menciptakan garapan baru. Tepatnya setiap melakukan eksperimentasi teater baru. Baik dalam pembuatan naskah, penciptaan tokoh-tokoh, setting lakon, hingga model pendekatan garapannya.

 Tidak jarang, riset tersebut memakan waktu cukup lama, bahkan hingga tahunan. Lakon berjudul Waktu Batu, misalnya, digarap melalui riset panjang pada 2001\"2004 dan menghasilkan tiga seri pertunjukan Waktu Batu. Lakon yang menggambarkan problem identitas masyarakat Indonesia pada era modern tersebut terinspirasi mitologi Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: