>

Semangat Sumpah Pemuda dan Masa Depan Bangsa Indonesia

Semangat Sumpah Pemuda dan Masa Depan Bangsa Indonesia

Kedua, pergerakan perjuangan pemuda Indonesia pada waktu mempunyai arah dan tujuan yang jelas yakni merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah. Mereka tidak terjebak pada persoalan-persoalan perbedaan agama, kesukuan, ras, kedaerahan dan golongan. Bagi mereka, kemerdekaan dan kemuliaan bangsa Indonesia adalah mission sacre yang harus menjadi tujuan bagi segenap gerakan pemikiran dan perjuangan pemuda Indonesia pada waktu itu. Semangat persatuan nasional yang mereka kobar-kobarkan itulah yang akhirnya menjadi roh, jiwa dan sekaligus menjadi  energi serta kekuatan bangsa Indonesia. Berkat persatuan dan kesatuan segenap kekuatan bangsa pada waktu, akhirnya kita mampu melawan dan mengusir penjajah asing dari bumi Indonesia.

Ketiga, hikmah berikutnya yang dapat kita petik dari peristiwa Sumpah Pemuda itu adalah semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Mereka tidak hanya mengorbankan harta benda yang mereka miliki, tetapi juga rela mengorbankan jiwa dan raga mereka. Kesadaran politik yang muncul dalam semangat perjuangan mereka, telah menjauhkan pikiran, sikap dan tindakan mereka dari kepentingan-kepentingan yang bersifat kepentingan golongan, kelompok apalagi individu.

Pertanyaan bagi kita semua saat ini adalah, apakah masih relevan kita selalu memperingati hari Sumpah Pemuda ini dan di manakah letak relevansinya bagi kita semua khususnya generasi muda bangsa Indonesia? Bagi saya jawabannya adalah sangat relevan. Faktor relevansinya terletak pada tantangan jaman yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini secara susbtansial sesungguhnya memiliki kesamaan dengan tantangan yang dihadapi oleh pemuda-pemuda Indonesia angkatan 1928. Faktor diferensiasinya hanyalah terletak pada konteks dan jamannya saja.

Untuk mengurai jawaban dan pernyataan tersebut, saya ingin mengutip pidato Bung Karno yang beliau sampaikan di depan sidang pengadilan Belanda tahun 1930 yang terkenal dengan pidato ”Indonesia Menggugat”. Jauh-jauh hari, bahkan ketika itu masih dalam suasana penjajahan kolonial, Bung Karno sudah mengingatkan kepada kita semua bahwa suatu saat nanti akan datang penjajahan dalam bentuk baru atau yang beliau sebut dengan neokolonialisme dan neoimperialisme. Istilah itu digunakan Bung Karno untuk memprediksi perkembangan dunia di masa yang akan datang. Bung Karno lebih jauh menjelaskan bahwa neokolonialisme dan neoimperilaisme itu adalah penjajahan dalam bentuk baru yang bukan dengan cara menguasai atau menduduki suatu bangsa secara langsung seperti terjadi di masa lampau. Ciri-ciri dari praktek neokolonialisme-imperialisme itu antara lain dengan menjadikan tanah jajahan sebagai sumber bahan baku bagi industrinya, menjadikan rakyat jajahan sebagai sumber tenaga kerja yang murah, dan menjadikan tanah jajahan sebagai tempat penanaman modal, serta pasar bagi produk industri kapitalismenya.

Apakah pernyataan dan prediksi Bung Karno di tahun 1930 itu hari ini terbukti relevan atau tidak? Apakah kita juga sudah memiliki kesadaran historis untuk membangun persepsi yang sama terhadap faktor-faktor yang menjadi ancaman bangsa Indonesia saat ini dan apakah kita juga masih memiliki semangat patriotisme dan nasionalisme serta sikap rela berkorban yang pernah diajarkan oleh para pendahulu kita sebagaimana yang telah saya uraikan di atas? Untuk memberikan penjelasan atas hal itu saya akan mencoba mendeskripsikan situasi dan kondisi kekinian bangsa Indonesia.

Era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 lalu telah banyak menimbulkan perubahan yang sangat signifikan dan fundamental dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kita. Pada era ini, berbagai pengamat sosial politik sering mengatakan sebagai kemenangan kaum neoliberal dalam mempengaruhi dan bahkan ikut membentuk berbagai kebijakan negara melalui berbagai pembentukan peraturan perundang-undangan.

Proses masuknya faham neoliberalisme itu dimulai dari perubahan pada tingkat UUD 1945 yang telah dilakukan melalui proses amandemen sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Perubahan UUD 1945 itu telah berdampak luas pada perubahan sistem politik, ekonomi dan hukum. Berbagai perubahan di bidang ketatanegaraan itu akhirnya juga berdampak kepada sistem dan perilaku sosial masyarakat Indonesia.

Di Bidang Politik: sistem demokrasi yang kita jalankan saat ini sudah semakin jauh mengikuti ajaran atau nilai-nilai demokrasi liberal yang bercirikan atas politik pencitraan, kalkulasi jumlah suara dan pendekatan menang dan kalah (the winner take all). Hal itu sesungguhnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila yang mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat dan saling bergotong royong.

Di Bidang Ekonomi: berbagai regulasi yang mengatur sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa yang seharusnya diusahakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat Indonesia  telah bergeser dan banyak yang berorientasi kepada kepentingan kapital atau kaum pemilik modal. Kekayaan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Indonesia yang seharusnya dikuasai dan dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sekarang ini telah diserahkan kepada mekanisme pasar yang mengutamakan perhitungan untung dan rugi bagi kaum pemilik modal.

Di Bidang Hukum: pembangunan hukum Nasional kita melalui pembentukan peraturan perundang-undangan sudah semakin jauh meninggalkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Banyaknya undang-undang yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi membuktikan banyaknya produk undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Di Bidang Kebudayaan: masuknya berbagai nilai-nilai asing, baik yang datang dari barat maupun dari timur dalam arus deras globalisasi telah menggerus sebagian nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia. Semangat toleransi dan gotong royong yang menjadi ciri keaslian budaya bangsa Indonesia selama ini, akhir-akhir ini mengalami krisis yang semakin parah. Konflik-konflik sosial terbuka, baik yang bersifat horisontal atau yang terjadi antar sesama kelompok dan golongan di tengah masyarakat, sampai konflik terbuka yang bersifat vertikal atau antara sesama lembaga negara kini sudah menjadi tontonan rutin setiap hari segenap rakyat Indonesia melalui berbagai media massa.

Secara horisontal,  konflik antar kelompok yang berbeda agama dan keyakinan di berbagai daerah di Indonesia serta tawuran antar pelajar sekolah adalah salah satu contoh soal yang paling banyak mewarnai hari-hari konflik masyarakat Indonesia saat ini. Sementara secara vertikal, konflik terbuka dan semangat adu kekuatan antara Polri dan KPK telah terjadi berulang-ulang di antara sesama lembaga penegak hukum.

Ketiga contoh permasalahan bangsa yang saya gambarkan secara singkat di atas, baik yang menyangkut aspek politik, ekonomi maupun kebudayaan, jikalau kita kaji dalam dimensi ideologis, maka akan kita dapati suatu kenyataan, bahwa hal itu merupakan manifestasi dari bahaya dan ancaman neololonialisme dan neoliberalisme yang dimaksudkan Bung Karno pada tahun 1930 lampau.  

Saat ini memang tidak ada kekuatan militer asing yang datang dan menduduki wilayah teritorial Indonesia. Tidak ada pula pangkalan-pangkalan militer asing yang berdiri di wilayah NKRI. Namun, melalui berbagai agen-agen kekuatan neokolonialisme dan neoimperialIsme di Indonesia, mereka berhasil masuk dan mempengaruhi berbagai kebijakan peraturan perundang-undangan kita. Tidaklah mengherankan jika saat ini banyak peraturan perundang-undangan kita yang telah bercorak liberal karena banyak berpihak kepada kepentingan ekonomi global atau kaum pemilik modal yang merugikan kepentingan ekonomi rakyat Indonesia sendiri.

Di sisi lain, situasi dan kondisi perpecahan antar kekuatan-kekuatan bangsa Indonesia yang terjadi di masa pra kemerdekaan dahulu sebagai akibat politik devide et impera yang dipraktekkan oleh rejim kolonialisme pada waktu itu, juga terjadi pada situasi dan kondisi masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini. Berbagai konflik dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat kita akhir-akhir, baik yang berlatar belakang perbedaan agama dan keyakinan, perbedaan kepentingan politik maupun konflik kepentingan ekonomi, semuanya akan berdampak sangat jelas yakni menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Pecahnya persatuan nasional bangsa Indonesia itu pada gilirannya akan melemahkan posisi bangsa Indonesia dihadapan kekuatan neokolonialisme dan neoimperialisme yang telah diramalkan oleh Bung Karno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: