Tinggal di Negeri Jiran, Jiwa Tetap Merah Putih

Tinggal di Negeri Jiran, Jiwa Tetap Merah Putih

Berkunjung ke Pulau Sebatik, NKRI Rasa Malaysia

 Warga di kawasan perbatasan tidak selamanya merana. Meski tanpa suplai kebutuhan hidup dan fasilitas dari pemerintah Indonesia, mereka tetap hidup bahagia. Misalnya, yang dilakoni warga di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus \"mengimpor\" dari Tawau, Malaysia.

 BAYU PUTRA, Nunukan

 

 Pulau Sebatik terletak di perbatasan dengan Malaysia. Posisinya cukup terpencil. Sebelah utara pulau itu menjadi wilayah negara bagian Sabah, Malaysia. Sebelah selatan menjadi bagian dari wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Meski begitu, pulau tersebut lebih mudah dijangkau dari Tawau, Malaysia, jika dibanding dari Tarakan, ibu kota Kaltara.

 Jalur laut menjadi satu-satunya akses ke pulau berpenduduk sekitar 14 ribu jiwa itu. Butuh waktu dua setengah jam berlayar dengan kapal patroli bea dan cukai berkecepatan rata-rata 18 knot dari Pulau Nunukan di sisi barat ke Pulau Sebatik. Jika berlayar dari Tarakan dengan kecepatan yang sama, butuh waktu 6\"7 jam perjalanan. Bergantung kondisi cuaca.

 Pulau tersebut memiliki satu perkampungan yang menjadi objek wisata, yakni perkampungan di pos perbatasan Aji Kuning. Ya, pulau seluas 414 kilometer persegi itu memang dibelah menjadi dua wilayah: Indonesia dan Malaysia.

 Perkampungan warga di kawasan perbatasan Aji Kuning sekilas tampak sama dengan perkampungan lain di pulau tersebut. Rumah-rumah panggung dari kayu, jalanan kampung yang belum diaspal, ditambah sebuah pos jaga perbatasan yang berisi tiga tentara dari TNI-AD menjadi pemandangan keseharian.

 Di kampung tersebut terdapat sungai kecil yang secara alamiah merupakan batas antara Indonesia dan Malaysia. Dengan lebar yang hanya sekitar 6 meter, di tepi sungai yang airnya makin dangkal itu tampak beberapa sampan milik warga setempat. Keberadaan sampan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan di Pulau Sebatik tidak lepas dari hutan dan sungai.

 Memang, tidak banyak warga yang menggunakan sampan untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Sebagian besar beralih ke transportasi darat. Terlebih, jalan raya di Pulau Sebatik, meski tidak terlalu lebar, terbilang mulus.

 \"Di pulau ini ada tiga pabrik aspal. Tapi, batu kerikilnya harus mengambil dari Tawau,\" terang Rudi, sopir yang mengantar Jawa Pos menuju Aji Kuning. Tawau merupakan kota di negara bagian Sabah, Malaysia, yang terletak di ujung timur laut Pulau Kalimantan.

 Prajurit Kepala Yopi, salah seorang tentara penjaga di pos perbatasan Sebatik, menunjukkan kepada Jawa Pos patok batas negara yang berada sekitar 10 meter dari bibir sungai. Patok tersebut kini nyaris rata dengan tanah. Terbuat dari beton berukuran 30 x 30 sentimeter, patok nomor tiga di antara total 28 patok perbatasan di Sebatik tersebut hanya muncul 2 sentimeter dari tanah yang sudah mengering.

 Lima meter di samping patok tersebut, didirikan patok baru yang sekaligus menjadi alas tiang bendera di pos penjagaan. Di tiang setinggi 3 meter itulah bendera Merah Putih berkibar mengikuti tiupan angin. \"Garis batas Indonesia dan Malaysia di pulau ini berbentuk garis lurus yang ditandai patok-patok ini,\" jelasnya sambil menunjukkan patok-patok tersebut. Jarak antarpatok perbatasan sekitar 2 kilometer.

 Pemandangan yang tidak biasa bagi sebagian masyarakat Indonesia tampak di belakang pos penjaga perbatasan. Di lahan yang seharusnya sudah masuk wilayah Malaysia itu, tampak deretan rumah panggung yang ditinggali warga Indonesia. Sejumlah rumah lainnya berdiri di seberang sungai kecil yang sudah masuk wilayah Malaysia. Rumah-rumah tersebut juga ditinggali warga Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: