>

Baru Tersentuh Pendidikan 5 Tahun Lalu

Baru Tersentuh Pendidikan 5 Tahun Lalu

Suasana Belajar Anak Rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas (1)

Suku Anak Dalam (SAD) kini banyak berubah. Sentuhan perubahan zaman mengubah kehidupan mereka. Di bidang pendidikan, anak-anak SAD sangat antusias belajar tulis baca. Hal inilah terlihat saat koran ini berkunjung ke kawasan Taman Nasional Bukit 12, Provinsi Jambi.

 

Laporan, DONI SAPUTRA, Sarolangun

MEMASUKI perkampungan SAD merupakan pengalaman menarik yang sulit dilupakan. Begitupun saat kunjungan baru-baru ini ke Taman Bukit Dua Belas (12).  Setelah melewati waktu enam jam dari Kota Jambi, bersama fotografer, M Ridwan dan Fasilitator Pendidikan, Theo Aldhora Fernando, kami sampai di Simpang Pauh, Sarolangun. Disana, rupanya Depati dari SAD kelompok terap, Ngelambu sudah menunggu. Memakai jaket hitam, celana pendek, rambut lusuh dan sendal jepit, sembari tersenyum ia menyambut kedatangan kami.

\"Ini polong yang dari jambei (ini rombongan yang dari Jambi,red),\" ujar Nyurau sembari tersenyum. 

“Iya pak Depati, (sebelumnya saya sudah diberitahu oleh pendamping kami Theo, bahwa dia merupakan Depati),\" jawab saya.

Ia menyebutkan jalan untuk masuk ke lokasi tempat tinggalnya rusak parah karena belum tersentuh pembangunan. Kendati demikian tetap bisa dilewati mobil dengan double gardan.

\"Jalon leak, tapi mobel dubol beso masuk (jalan becek, tapi bisa masuk dengan menggunakan mobil dobel gabin),\" katanya.

Perjalanan dari Simpang Pauh ditempuh dalam waktu lama.  Memang di daerah tersebut  pemukiman warga. Ke lokasi pemukiman SAD, kami melewati kawasan perkebunan sawit PT EMAL. Disana, kami langsung melalui jalan tanah.

Dalam perjalanan, hanya terlihat hamparan kebun sawit dan beberapa anak sungai. Hampir satu jam perjalanan, kawasan PT Emal pun kami lewati. Kami pun masuk ke wilayah lahan karet HTI yang dikelola PT Wahana Perintis, saya pun bertanya, kapan kita masuk ke wilayah hutan tempat tinggal Depati? 

\"Dido hutan lagi, sudah habaih ngan orang PT (Tidak ada lagi, semuanya sudah habis, red),\" jawab Depati.

Mendengar jawaban itu, bulu roma saya merinding. Bagaimana tidak, sembari menunjukkan hamparan kebun karet yang luasnya mencapai 6000 hektare, Depati menyebutkan jika di sekitaran lahan tersebut adalah wilayah jelajah dan tanah ulayat mereka. Bahkan, kuburan nenek moyang dan rumah lama yang bagi mereka sangat sakral, sudah tidak ada lagi. Habis tergusur oleh pihak perusahaan. 

Satu jam lamanya melewati hamparan kebun karet dengan sayup mata memandang, akhirnya satu persatu pondok dengan atap terpal hitam dan berlantaikan kayu yang dilapisi tikar terlihat. Jarak pondok yang berukuran 2x3 itu dengan yang lainnya arak sekitar 10 meter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: