>

Warga Kampung Pulo Melawan

Warga Kampung Pulo Melawan

Lantaran pada saat yang sama, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, banyak melakukan pembiaran pada pengusaha nakal yang menggunakan lahan pemda dan juga menyerobot tanah warga.

”Kesan yang timbul di masyarakat, gubernur hanya galak pada rakyat kecil dan lemah pada pengusaha yang menguasai lahan pemda,” ujar Muhlis Ali, Direktur Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ) kepada INDOPOS, Kamis (20/8).

                Tokoh pemuda Jawa Timur di Jakarta ini mengungkapkan, contoh pembiaran itu terlihat kawasan Jakarta Selatan. Salah satunya perbelanjaan elite di kawasna Kemang yang menyalahi aturan yang ada karena berdiri di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS).

                Kemudian ada juga di wilayah Jakarta Barat, yakni penyerobotan lahan pemda oleh pengusaha untuk dijadikan sekolah internasional. ”Namun nyatanya gubernur tutup mata. Bagaimana kami tidak berprasangka buruk bahwa gubernur memang pilih kasih dan takut pada pengusaha yang memiliki uang,” cetusnya.

                Sementara itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menegaskan, dirinya tegas pada semua pelanggaran tanpa pilih kasih. Baik itu warga biasa maupun mengusaha. ”Selama itu melanggar kami akan tertibkan,” tegasnya.

Terkait pelangaran oleh pengusaha dan kawasan elite, gubernur juga mengaku gemas.

Banyaknya ketidaksesuaian izin bangunan di kawasan tersebut, karena kesalahan masa lalu. ”Terus kasus Kemang kenapa bisa (banjir). Kamu lihat saja rumah-rumah Kemang itu belakang tembok langsung sungai. Yang namanya zaman Belanda, sungai itu secara alami pasti ada DAS ada lembahnya. Sekarang air tinggal dikit kamu buat rumah,” kata Ahok.

                ”Bisa ngusir mereka? Nggak bisa karena mereka puluhan tahun sudah memiliki sertifikat. Ini kesalahan yang lama,” lanjutnya. Sejumlah sosiolog menilai bentrokan antara aparat dan warga dinilai karena Pemprov DKI Jakarta menggusur tempat tinggal warga tanpa memenuhi kesepakatan yang sebelumnya disetujui Gubernur Ahok.

                ”Warga (Kampung Pulo) sudah punya solusi dan konsep warga soal Kampung Pulo itu sudah dipresentasikan ke Ahok. Waktu itu, Ahok juga sudah setuju, tetapi tiba-tiba keputusannya berubah. Malah kirim petugas buat bongkar paksa,” terang sosiolog Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola.

                Dijelaskan Tamrin , cara penggusuran di Kampung Pulo tidak manusiawi. Idealnya, penggusuran dilakukan ketika warga sudah menempati tempat tinggal yang baru. Faktanya, banyak warga yang belum menempati Rusun Jatinegara.

                Penggusuran ini dinilai berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Joko ’Jokowi’ Widodo dulu. ”Semangat yang sudah ditularkan oleh Pak Jokowi dari Solo sampai Jakarta, mudah-mudahan Pak Ahok juga, semangat membangun tanpa menggusur. Kalau terpaksa harus menggusur, harus dikasih (tempat tinggal) dulu,” tutur Tamrin.

                Sebelumnya, sosiolog UI, Robertus Robert, menyampaikan, Pemprov DKI perlu memahami bahwa kampung adalah rumah. Untuk merumahkan kembali warga, warga harus dilibatkan aktif dalam prosesnya.

”Karena di rumah ada proses sosial yang unik, melibatkan hidup orang, termasuk emosi. Karena dari rumah, setiap orang membangun masa depan, tak peduli itu keluarga miskin atau kaya,” tutur Robert.

                Menurutnya juga tak mudah bagi orang menerima tempat tinggal baru. Sebab, mereka tak memiliki referensi tempat yang baru itu. Tak heran, warga Kampung Pulo merasa tak cukup dengan unit Rusun Jatinegara meski dalam pandangan warga kelas menengah Ibu Kota, unit rusun itu sangat layak dan bernilai rupiah tinggi.

(wok)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: