Rakyat Setengah Mati, Pemerintah Masihkah Ada Hati ?
‘’Saya dulu punya tiga lesehan mas, sekarang tinggal satu. Ini untuk mencari Rp. 200 ribu semalam saja susah,’’ ucap pemilik lesehan pecel lele di kawasan Mendalo.
Tak hanya pecel lele, pedagang sate kelilingpun mengeluh. Uda Basar mengaku biasanya dalam semalam, dirinya bisa menjual 7 kg sate. ‘’Saat ini hanya 2,5 Kg daging ayam, itupun harus tambah jam tayang,’’ ujar pedagang sate kawasan simpang rimbo ini.
Komari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdaganan Kota Jambi, mengatakatan dengan kondisi seperti ini, pihaknya selalu mendorong agar UMKM tetap perkembang.”Kita bantu, yang kemasan kurang bagus, kita bantu Desain supaya bia masuk kepasar modern,” Kata Komari kepada harian ini.
Menurunnya daya beli, tentu berdampak pada pendapatan para pemilik UMKM, namun hal ini tidak berdampak negatif. Para pemilik UMKM masih bisa bertahan dengan cara mengurangi produksi, sehingga biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar. ”Saat ini produksi tidak lagi seperti dulu, mereka para UMKM menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Kami juga selalu mendorong jangan sampai tidak seimbang,” Imbuh Komari.
Pantun Bukit, Pengamat Ekonomi Jambi, mengatakan, memang kondisi sekarang terjadi pelemahan ekonomi, melemahnya ini karena dari komoditi kita, yang menjadi andalan masyarakat turun sangat drastis. Ini sudah berlangsung lama sekali.” harga karet sudah 3 tahun terkhir anjlok, dan sawit sejak 4 bulan terakhir juga kembali anjlok,” Kata Pantun kepada harian ini minggu (18/10).
Sementara, kata Pantun, masyarakat kita sangat bergantung kepada dua komoditi tersebut. Ini pasti berdampak langsung pada 60 persen masyarakat kita yang bergantung pada dua komoditi tersebut.
Kondisi ini diperparah lagi dengan kemarau panjang, kekeringan, kemudian asap. Ini yang membuat akumulasi kondisi seperti ini menyebabkan daya beli masyarakat memang benar-benar anjlok. ”Hasil pertanian seperti sayur-mayur, munkin harganya mahal tapi produksi tidak ada karena kering, ini yang memperburuk kodisi kita,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi dinilai oleh Pantun terlalu menganggap enteng persoalan asap dan kekeringan ini. Mengapa tidak dialokasikan di APBD bagaimana untuk penanggulangan bencana sementara.”Jadi kalau belum ada bantuan dari pusat, kita harus turun dulu, supaya kebakaran hutan tidak menyebar terlalu banyak. Terus juga terlalu lemahnya pemerintah memberi izin, tanpa pengawasan yang ketat. Sehingga semua lahan gambut itu berubah menjadi lahan sawit. Begitu gampangnya mereka, hanya karena munkin ada pulus atau ada apa dibalik itu,” bebernya.
Ditambah lagi, kata Pantun, dengan daya serap APBD yang lemah. Daya serap ini juga berdampak kepada Ekonomi masyarakat, katakanlah di sektor Rumah makan, Hotel, ATK, bahan bangunan, itu juga berdampak pada ekonomi kita.
Selain itu, dinas Perdangangan, Koperasi, tidak ada muncul stimulus, bagaimana untuk enggerakkan ekonomi masyarakat yang sangat terpuruk ini. seharusnya diberikan penguatan kepada ekonomi kecil ini, untuk dia bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.”Supaya jangan gulung tikar. supaya disaat ekonomi membaik, dia bisa lagi menjadi penyangga untuk penyerapan tenaga kerja,” pungkasnya.
(amn/hfz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: