>

Akuntan-Auditor dapat Mencegah Aksi Teror

Akuntan-Auditor dapat Mencegah Aksi Teror

 

 Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar atau membaca kata ‘terorisme’? Ya, terorisme adalah tindakan radikal anarkis yang mengancam jiwa dan sangat tidakberetika.

Belum lama kejadian teror tanggal 13 November 2015 yang menimpa kota Paris dengan jumlah korban 129 jiwa sebagaimana yang telah direvisi terakhir tanggal 16 November 2015 oleh otoritas rumah sakit Prancis, publik dikejutkan pula dengan kejadian tanggal 20 November 2015 serangan di Hotel Radisson di Mali tercatat bahwa 27 orang tewas serta sejumlah tamu dan pegawai hotel disandera. ISIS pun segera mengakui diri sebagai otak dari peristiwa Paris dan dua kelompok afiliasi Al Qaeda mengaku bertanggung jawab atas serangan di Mali.

Dunia tersentak dengan kejadian yang melintasi batas kemanusiawian tersebut. Sepertinya aksi brutal dan haus darah akan selalu menghantui kenyamanan masyarakat di dunia jika kita selaku bagian dari masyarakat tidak peduli untuk ikut mencegahnya.

Indonesia pun tercatat sudah beberapa kali mengalami aksi terorisme diantaranya adalahbom di Bursa Efek Jakarta tahun 2000, bom di Bali tahun 2002, Bom di Terminal 2F Bandara Internasional Soekarno Hatta tahun 2003, Bom di Hotel JW Marriot tahun 2003, Bom Tentena 2005, Bom di JW Marriot-Ritz Carlton 2009, Bom di Mesjid PolresCirebon 2011 dan masih banyak lagi deretan kasus terorisme di Indonesia yang mengancam jiwa.

Semestinya peristiwa terorisme tersebut menjadi cambuk bagi masyarakat kita tanpa membedakan golongan, suku, ras dan agama untuk waspada serta peduli terhadap kemungkinan terjadi aksi serupa. Bagaimana wujud kepedulian itu? Tidak harus dengan ikut memegang senjata seperti yang dilakukan para terorisme, cukup dengan cara menggunakan keahlian kita di masing-masing bidang ilmu dan profesi untuk menggali informasi penting terkait aksi teror. Salah satu profesi yang akan dibahas disini adalah akuntan dan auditor.

Profesi Akuntan dan Auditor baik internal maupun eksternal juga merupakan bagian dari masyarakat dunia yang sudahsemestinya mengambil langkah kepedulian dalam mencegah dan mengungkap aksi terorisme.Dalam melaksanakan tugas-tugasnya profesi tersebutsangat akrab dengan Sistem Informasi Akuntansi karena tujuan dari kedua profesi tersebut adalah menyediakan informasi yang tepat dan benar untuk pengambilan keputusan bagi para investor, kreditor, pemerintah maupun pihak pemangku kepentingan lainnya.

Seorang akuntan dan auditor telah dibekali disiplin ilmu untuk menggali informasi yang relevan, handal dan akuntabel. Sikap professional skepticism digunakan untuk menjaga independensi dari konflik kepentingan pihak-pihak yang sedang diperiksa. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan opini keyakinan yang memadai tentang tingkat kewajaran suatu asersi dari program atau kegiatan yang dijalankan oleh suatu organisasi. Tentu saja dalam mengemukakan opininya, auditor sebelumnya sudah mempertimbangkan secara matang risiko audit yang dihadapi karena berhubungan dengan bukti-bukti audit yang diperoleh selama penugasan.

Di jaman yang serba sarat dengan kecanggihan teknologi dan informasi seperti sekarang ini, melalui sistem informasi akuntansi memungkinkan akuntan dan auditor melakukan monitoring pengendalian dengan mengakses data-data elektronik untukmengetahui apakah ada transaksi keuangan perbankan yang mencurigakan. Kegiatan terorisme pasti membutuhkan banyak dana, paling tidak untuk membiayai logistik mereka sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa mereka melakukan transaksi perbankan pula.

Semakin kompleksnya produk dan aktivitas operasional perbankan yang ditawarkan saat ini, maka semakin tinggi pula risiko bank sebagai media kegiatan pencucian uang dan pendanaan teorisme. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan perhatian formal untuk mencegah aliran dana terorisme dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Pencucian uang dapat merusak integritas pasar keuangan.Pemerintah pun dapat kehilangan kendali kebijakan ekonomi karena dana haram tersebut cenderung akan diinvestasikan kembali ke negara-negara yang kecil kemungkinan untuk dapat mendeteksi kegiatan mereka. Para pencuci uang maupun teroris lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatan daripada memperoleh keuntungan investasi pada bank-bankbersuku bunga tinggi. Tentu saja hal ini akan menimbulkan social cost yang mahalbagi pemerintah terkait penegakan hukum untuk penyelesaiannya.

Untuk memastikan apakah perbankan di Indonesia benar-benar tunduk pada peraturan tersebut maka diperlukan pemantauan oleh pihak independen secara berkala yaitu internal auditor dan eksternal auditor melalui audit kepatuhan (compliance audit).

Sekali lagi saya tekankan bahwa akuntan-auditor dapat ikut terlibat dalam proses pencegahan maupun penyelidikan kasus terorisme mengingatkeakraban mereka dengan sistem informasi akuntansi sebagaimana yang telah saya ungkapkan di atas tadi. Semoga sikap nyata kepedulian kita untuk mencegah terorisme akan menciptakan situasi yang kondusif, aman dan nyaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(Penulis adalah Mahasiswa S2 Magister Akuntansi Beasiswa Star BPKP Batch 4

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: