Jamin Tarif Listrik Tak Naik, Jika Harga Batu Bara Acuan Tetap
JAKARTA – Harga batu bara acuan (HBA) menjadi faktor penting dalam rencana pemerintah yang tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019. Hal itu juga bakal berpengaruh pada kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Apabila pemerintah menetapkan HBA fixed untuk pembangkit listrik di Indonesia, perusahaan setrum negara tersebut memastikan tidak menaikkan tarif listrik dalam dua tahun ke depan. Sebaliknya, jika HBA tidak ditetapkan secara fixed, keuangan PLN akan terganggu dan berpengaruh terhadap rencana investasi perseroan.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan, tarif listrik (TDL) bisa tidak naik hingga 2019 asalkan harga batu bara terjangkau oleh PLN. ’’Sebab, 60 persen harga pokok produksi listrik dari bahan baku,’’ ujarnya setelah penandatanganan perjanjian kerja sama antara PLN dengan tujuh PTN di Hotel Fairmont kemarin (28/2).
Keterjangkauan harga batu bara juga membuat keuangan PLN menjadi lebih sehat. Sebab, porsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mendominasi sekitar 57,22 persen terhadap bauran energi. ’’Labanya tinggi lagi, bisa investasi lagi. Transmisi bisa jalan lagi, daerah 3T (terdepan, tertinggal, terluar) bisa terlistriki lagi. Tarif kalian tidak naik. Saya jamin,’’ tegas Sofyan.
Sepanjang 2017, PLN hanya mampu membukukan laba Rp 3 triliun–Rp 4 triliun (unaudited). Angka tersebut menurun cukup signifikan jika dibandingkan dengan capaian laba bersih perseroan 2016 sebesar Rp 10,5 triliun.
Tak hanya menghadapi kenaikan HBA, PLN juga harus menanggung kenaikan Indonesian crude price (ICP) sepanjang tahun lalu. Asumsi ICP dalam APBNP 2017 mencapai USD 48 per barel. Ternyata, ICP tembus hingga angka USD 68 per barel. ’’Sesak napas. Cuma BBM itu penggunaannya ya kecil, hanya 5 persen. Jadi, kami bisa nahan walaupun selisihnya Rp 6 triliun (tambah biaya, Red),’’ terangnya.
Sementara itu, beban keuangan yang harus ditanggung PLN tahun lalu mencapai Rp 20 triliun. Sebab, harga bahan baku, yakni batu bara, naik di tengah tarif listrik yang tidak naik. Tahun ini perseroan ingin membukukan keuntungan Rp 10 triliun–Rp 15 triliun.
Dana investasi yang digelontorkan PLN tahun ini pun cukup besar, yakni Rp 100 triliun. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik, transmisi, maupun distribusi listrik. Untuk pembangkit listrik di wilayah 3T saja, PLN membutuhkan dana investasi Rp 16 triliun.
Sofyan menuturkan, pada awal Maret 2018, Presiden Jokowi mengeluarkan perpres mengenai HBA DMO (domestic market obligation) untuk pembangkit listrik secara fixed. Tidak lagi mengikuti acuan fluktuasi harga pasar yang bergerak naik turun sehingga tidak memberikan kepastian bagi PLN. Sayang, PLN belum mengetahui kepastian HBA fixed yang ditetapkan pemerintah untuk pembangkit listrik. ’’Dulu kami USD 60 hingga USD 70 per barel (usulan PLN, Red),’’ kata Sofyan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menambahkan, pihaknya bertanggung jawab menjaga perusahaan agar tetap sehat dan sustainable. ’’Berarti, pemerintah dan masyarakat membutuhkan kami untuk menjaga listrik agar tidak naik. Sebab, kalau listrik naik, membebani masyarakat. Kami diminta untuk mendukung pemerintah agar tidak membebani masyarakat,’’ ujarnya pada kesempatan yang sama.
Karena itu, pihaknya turut meminta pemerintah agar HBA DMO untuk pembangkit listrik bisa tetap tanpa mengikuti pergerakan harga pasar.
(vir/c22/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: