Area Pencemaran Tembus 20 Ribu Hektar, Penggunaan Oil Dispersant Dikritik
JAKARTA – Memasuki hari kesembilan tumpahan minyak dari pipa Pertamina Refinery Unit (RU) V, kondisi film (lapisan) minyak di perairan Teluk Balikpapan terpantau semakin tipis. Namun, sebarannya telah mencapai 20 ribu hektar.
“Berdasar data satelit 5 April 2018, area terdampak pencemaran sudah 20 ribu hektar,” kata Koordinator Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak (BPSPL) Wilayah Kerja Balikpapan, Ricky pada Jawa Pos kemarin (8/4).
Ricky menjelaskan, berdasarkan hasil hasil kunjungan ke kabupaten Penajam Paser Utara dan beberapa titik sampling, kualitas air masih buruk bagi kelangsungan hidup ikan. Oksigen terlarut atau dissolved oxygent (DO) di sekitar perairan teluk masih berada pada skala 3-4. Padahal, idealnya DO harus berada pada skala lebih dari 5 agar layak bagi ikan.
Selain itu, keasaman (PH) air juga masih rendah. Berada pada skala 4-5. Padahal, baku mutu air yang ideal ada 7 hingga 8.5. “Air dalam kondisi tercemar, terbukti dengan masih terlihatnya lapisan film,” kata Ricky.
Dengan kondisi air seperti itu, kata Ricky, ikan secara alami akan memilih tidak berenang masuk ke lokasi bekas cemaran. ”Hal ini menjawab kenapa tidak ditemukan kematian ikan secara massal,”jelasnya.
Dengan kondisi ini pula, Ricky menjelaskan para nelayan akan semakin kesulitan menangkap ikan di sekitar teluk. Dari beberapa alat tangkap yang sering digunakan selama ini seperti Pancing rawai, rinta, dan longline, fish trap (Belat/Selo), gillnet, bubu keputing, serta trammel net, hanya pancing yang dapat beradaptasi dengan kondisi. “Pancing bisa berpindah lokasi dengan mudah, kalau yang lain kan digunakan di dekat pantai dan Mangrove,” katanya,
Meski demikian, Ricky dan seluruh tim survey dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih belum bisa memastikan kondisi layak tidaknya konsumsi ikan di perairan Teluk. “Masih harus dicek secara berkala,” katanya.
Sementara itu, penggunaan oil dispersant dalam penanggulangan tumpahan minyak oleh Pertamina juga dinilai bisa semakin menurunkan baku mutu air. Pakar Hidrokarbon dari Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Migas Balikpapan, Subagio mengatakan penggunaan oil dispersant pada prinsipnya bertujuan untuk menambah kepadatan (density) dari cairan minyak. “Sehingga bisa tenggelam masuk ke air,” katanya.
Menurut Subagio, seharusnya Pertamina menggunakan oil dispersant pada minyak dengan massa ringan yang lebih rawan terbakar. oil dispersant memang opsi cepat untuk menghilangkan minyak dari permukaan agar kebakaran tidak meluas.
Sementara untuk minyak yang lebih berat seperti crude oil yang tumpah di teluk, Pertamina seharusnya cukup menggunakan oil skimmer. “Ya memang itu solusi cepat, minyak hilang dari permukaan, tapi dampak jangka panjangnya harus dipikirkan,” katanya.
Humas Pertamina Balikpapan, Alicia Irzanova mengungkapkan bahwa tidak semua upaya pembersihan kemarin dilakukan dengan oil dispersant. “Tergantung tempatnya, metodenya juga berbeda-beda,” katanya.
Perempuan yang akrab disapa Alice ini menjelaskan, untuk ceceran minyak yang ada di tengah laut, Pertamina cukup mengurung dan menggiring dengan oil boom, lantas disedot dengan oil skimmer. Lagipula, kata Alice, dispersan kurang efektif, selain itu relatif mahal.
Oil dispersant lebih banyak digunakan untuk membersihkan minyak yang sudah menjadi film (lapisan) tipis. ”Kalau minyak yang terdampar di pantai, cukup diangkut manual saja,” katanya.
Metode lain kata Alice yakni dengan lembaran penyerap minyak (oil absorbent) yang digunakan untuk pembersihan minyak di sekitar Jetty Pertamina. Setelah minyak terserap, maka absorbent bisa diangkut secara manual. “Absorbent juga kita pakai untuk bersihkan area Mangrove,” jelas Alice.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: