Resolusi Pasca-Corona: Kurangi Daging
Dan \"daging\" mereka 100 persen dari tanaman, bukan sekadar dari gluten atau tepung atau yang lain. Dengan tekstur seperti daging, bahkan \"berdarah\" seperti daging (saya pernah tulis di Happy Wednesday 21: Ayo Selingkuhi Daging Sapi).
<iframe src=\"https://www.youtube.com/embed/6fGEggkj02g\" width=\"560\" \"315\" frameborder=\"0\" allowfullscreen=\"allowfullscreen\" data-mce-fragment=\"1\"></iframe>
Salah satu alasan kenapa orang enggan meninggalkan daging adalah suka tekstur dan rasanya. Termasuk saya. Sekarang, sudah ada solusinya dari perusahaan-perusahaan seperti di atas.
Jadi bisa makan sayur-sayuran dan kacang-kacangan yang lebih sehat, lalu \"kangen dagingnya\" diselesaikan oleh \"daging vegan.\"
Yang membuat saya sedih, adakah pemikiran ke arah industri itu di Indonesia? Atau jangan-jangan, ketika era \"daging tanaman\" itu sudah tiba (dalam waktu dekat), kita akan terus menjadi negara yang bergantung pada impor dan teknologi negara orang...
Jujur, saya akan lebih merasa tenang makan \"daging vegan\" daripada daging bebek atau ayam beneran, yang bebek atau ayamnya pertumbuhannya dikebut sehingga sudah siap potong dalam waktu tak sampai tiga minggu! (azrul ananda)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: