Resmi Jadi Tersangka, Nurdin Abdullah Terima Fee Proyek Rp 5,4 Miliar
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan serta pembangunan infrastruktur di lingkungan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021. Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp 5,4 miliar.
KPK menduga, aliran suap itu juga turut diterima oleh Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel, Edhy Rahmat. Sementara itu, sebagai pemberi yakni Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.
“Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang cukup, maka KPK menetapkan tiga orang tersangka, sebagai penerima yakni NA dan ER. Sebagai pemberi AS,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (28/2) dini hari.
Adapun rincian suap itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Edy Rahmat dari Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.
Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain.
“Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2.2 miliar,” beber Firli.
Pemberian suap itu agar Agung memuluskan mendapatkan proyek pekerjaan infrastruktur di Pemprov Sulsel. Terlebih, Agung telah lama kenal baik dengan Nurdin Abdullah yang berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2021.
“Sejak bulan Februari 2021, telah ada komunikasi aktif antara Agung dengan Edysebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan Nurdin untuk bisa memastikan agar Agung mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021,” tandas Firli.
Sebagai penerima NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)
Sumber: www.jawapos.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: