Surat Wasiat Zakiah Aini Dianalisa Grafolog, Hasilnya Ternyata Jauh Melenceng
JAKARTA – Banyak yang menganggap aksi Zakiah Aini, pelaku penyerangan Mabes Polri sebagai aksi ‘jihad’ sebagaimana yang dilakukan para teroris. Akan tetatpi, bagi Grafolog Deborah Dewi, motivasi Zakiah Aini melakukan penyerangan malah jauh dari anggapan itu.
Sebaliknya, Deborah menilai, aksi mahasiswi yang drop out di semester lima itu didominasi permasalahan status sosial.
Itu sebagaimana analisa tulisan tangan dalam surat wasiat yang ditulis pelaku sebelumnya melakukan penyerangan.
Deborah menjelaskan, meski secara verbal pelaku memberikan alasan yang berbau spiritual, tetapi indikator grafis di dalam sampel tulisan tangan Zakiah Aini justru tidak menunjukkan hal tersebut.
Grafologi merupakan analisis pola tulisan tangan untuk mengidentifikasi kondisi psikologis maupun karakter seseorang.
“Dorongan yang utama adalah kemarahan atas status sosial atau nonmaterial yang melekat pada dirinya,” kata Deborah kepada JPNN.com (jaringan PojokSatu.id), Jumat (2/4/2021).
Selain itu, menurut Deborah, ada rasa cemas, tidak mampu dan kurang percaya diri yang ditunjukkan Zakiah Aini.
Hal ini terlihat dari beberapa indikator yang memicu internal ZA rela melakukan aksinya.
“Ada rasa cemas, tidak mampu, dan kurang percaya diri yang membuat mereka merasa tidak aman atau insecurity. Perasaan tidak aman ini wajar dimiliki oleh semua orang,” jelasnya.
Kendati wajar, tapi perasaan dimaksud bisa berkembang menjadi perilaku yang buruk, jika cara untuk mendapatkan rasa aman diisi oleh hal-hal yang destruktif. “Seperti layaknya yang dilakukan oleh para perekrut teroris, menjanjikan hal-hal yang konstruktif yang semu,” papar dia.
Kelemahan emosional dan intelektual inilah yang memang dijadikan celah sehingga calon sasaran berhasil direkrut untuk menjadi eksekutor aksi-aksi terorisme.
Akan tetapi, tekan Deborah, apa yan dialami Zakiah Aini bisa saja dirasakan oleh orang dari kelas sosial manapun.
Tapi tentu saja, sambungnya, dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Catatan lain adalah, sosok Zakiah Aini yang masih berusia 25 tahun dan termasuk merupakan milenial bomber.
Untuk itu, ia mengingatkan semua pihak agar lebih mewaspadai pergerakan radikalisme yang semakin nyata. (jpnn/ruh/pojoksatu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: