DISWAY: Rara Mandalika
Anda sudah tahu: dia tarot. Spesialisasinyi: mencegah, menahan, menggeser, dan menyetop hujan. Di Bali Rara itu diibaratkan Calon Arang. Di zaman Kerajaan Kadiri-nya Prabu Airlangga.
Sama-sama wanita. Sama-sama single parent. Sama-sama punya anak satu. Sama-sama punya kesaktian.
Calon Arang, perempuan, punya kemampuan magic luar biasa. Sampai pasukan Raja Airlangga saja tidak bisa menundukkannyi.
Calon Arang telah mematahkan mitos bahwa orang biasa tidak akan bisa berkuasa. Calon Arang, dengan ilmu magic-nyi, telah membuat dirinyi sejajar dengan raja.
Rara punya kelebihan tidak hanya mengatur hujan. Juga, meramal nasib dan memproduksi alam masa datang.
Kisah selebihnya Anda sudah tahu: Calon Arang punya anak yang sangat bertolak belakang dengan ibunya. Ia sangat pengasih dan penyayang rakyat. Ia pernah melihat rakyat tidak bisa memanjat pohon kelapanya. Manggali, sang anak, menjatuhkan kelapa itu dari jarak jauh.
Tapi, Calon Arang juga punya kelemahan. Dia diperdaya. Jimat-jimatnyi dicuri intelijen raja. Dia tidak sakti lagi.
Ada yang mengecam kejadian Rara di Mandalika itu telah menimbulkan citra Indonesia seperti negara primitif. Kalau kecaman itu datang dari para ilmuwan, mungkin sulit dilawan. Tapi, karena kecaman itu datang dari kalangan Islam, banyak juga yang menyerang balik: orang Islam minta hujan lewat salat dan doa secara Islam, Rara mencegah hujan juga lewat doa agama Rara. Apa salahnya.
Ada juga tokoh yang sebenarnya sudah berusaha ”menenggelamkan” diri dari Rara maupun dari hiruk pikuk Mandalika –tapi tidak bisa tenggelam begitu saja.
Ia sangat berjasa dalam merintis sirkuit Mandalika. Ia pantas duduk di deretan kursi VIP –bahkan VVIP. Tapi, ia memilih duduk jauh di tempat penonton umum.
Sudah banyak yang merayunya: agar mau pindah ke kursi depan. Sejajar dengan para pimpinan negara. Ia bergeming. Ia bersikukuh duduk di kursi umum. Ia merasa sudah bukan siapa-siapa. Ia sudah menjadi warga Lombok biasa.
Di zona B itu ia duduk bersama istri dan anak-anaknya. Ditemani para alumnus Al-Azhar, Kairo. Sebanyak 350 orang. Mereka lagi kumpul di Lombok. Ia adalah ahli tafsir Qur’an –yang juga hafal Qur’an– lulusan Al-Azhar. Sampai mendapat gelar doktor di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: