Perang Melawan Narkotika di Brasil: Negara Boleh Tegas, Tapi Tidak Brutal

Sabtu 01-11-2025,11:22 WIB
Editor : Bakar

Kasus di Brasil mengingatkan pada pengalaman Filipina di masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte. Antara tahun 2016 hingga 2022, ribuan orang tewas dalam operasi anti-narkoba yang disebut sebagai bagian dari “war on drugs.” Pemerintah Filipina mengklaim bahwa korban adalah bandar dan pelaku kriminal, tetapi banyak bukti menunjukkan sebagian besar adalah pengguna atau warga miskin yang tidak bersenjata.

 

Kebijakan brutal tersebut akhirnya berujung pada penyelidikan resmi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag. Pada tahun 2021, Kantor Kejaksaan ICC (Office of the Prosecutor) memutuskan membuka investigasi penuh terhadap dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) yang dilakukan dalam konteks perang terhadap narkoba di Filipina.

 

Langkah ICC ini menjadi peringatan serius bahwa operasi narkotika yang dilakukan secara sistematis, dengan pembunuhan meluas terhadap warga sipil, dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan di bawah Statuta Roma.

 

Filipina menjadi contoh nyata bagaimana perang terhadap narkotika, bila dijalankan secara brutal dan di luar kendali hukum, dapat mengubah kebijakan negara menjadi alat pelanggaran HAM sistematis. Brasil, dan negara lain yang menghadapi situasi serupa, seharusnya belajar dari pengalaman tersebut

 

Pemakai Bukan Musuh, Tapi Korban

 

Dalam banyak kasus, korban tewas dalam operasi anti-narkotika bukanlah pengedar besar, melainkan warga sipil miskin di permukiman padat yang dituduh terlibat. Sebagian bahkan hanyalah pengguna, bukan pelaku perdagangan.

 

Padahal, dokumen resmi PBB menegaskan bahwa pemakai narkotika seharusnya diperlakukan sebagai korban yang memerlukan rehabilitasi, bukan sebagai penjahat yang layak dihukum mati. UNODC Human Rights Guidance on Drug Policy (2018) menegaskan bahwa pendekatan kesehatan publik dan harm reduction jauh lebih efektif dan sejalan dengan hukum internasional.

 

Di sinilah terlihat jelas ketegangan antara dua kewajiban negara: di satu sisi menegakkan hukum narkotika, di sisi lain melindungi hak asasi manusia. Negara harus mampu menyeimbangkan keduanya melalui pendekatan yang proporsional, transparan, dan akuntabel.

 

Kategori :