Pranata UI: B50 Bisa Hemat Devisa, Tapi Ekspor Sawit Bisa Anjlok Rp 190 T, Harga TBS Melonjak 618/Kilo

Sabtu 18-10-2025,11:31 WIB
Reporter : Tim
Editor : Setya Novanto

BACA JUGA:Maulana Serahkan 68 Gerobak Motor, untuk Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Di pasar internasional, penurunan ekspor dapat membuat harga CPO naik lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain seperti kedelai, dengan selisih lebih dari US$ 100 per ton.

Namun, negara importir utama seperti India mulai beralih ke minyak kedelai dan bunga matahari, sehingga volume ekspor CPO Indonesia diperkirakan turun ke level terendah sejak 2019/2020.

Kenaikan blending biodiesel dari B40 ke B50 memang meningkatkan permintaan minyak sawit domestik. Namun, untuk menutupi insentif program biodiesel, pemerintah berpotensi menaikkan tarif pungutan ekspor (PE). Kajian Pranata UI memperlihatkan:

Kenaikan tarif PE 1% dapat menekan harga TBS hingga Rp 333 per kg.

Jika tarif dinaikkan lebih tinggi, misalnya 15,17% dari sebelumnya 10%, tekanan harga TBS bisa mencapai Rp 1.725 per kg, yang paling berat dirasakan petani swadaya dengan posisi tawar lemah.

BACA JUGA:90 Persen Listrik di Tanjabtim Padam Akibat Gangguan Pohon

Menurut Surjadi, tingkat pencampuran biodiesel yang optimal berada di kisaran B35–B40. Di posisi ini, manfaat energi, ekspor, dan stabilitas harga masih seimbang, sehingga tidak perlu menaikkan tarif PE.

Pranata UI merekomendasikan penerapan blending rate dinamis, yakni menyesuaikan kadar pencampuran biodiesel sesuai fluktuasi harga solar, CPO, dan TBS, agar manfaat program tetap maksimal tanpa menimbulkan risiko besar bagi petani maupun perekonomian nasional. (*)

Kategori :