Dalam dunia pendidikan kita, pembelajaran moderasi beragama muncul sebagai respons atas kebutuhan dalam menjaga harmoni di tengah keberagaman keyakinan. Bukan sekadar ajaran. Moderasi beragama adalah cara pandang dan sikap hidup, yakni menghargai kemanusiaan, menolak kekerasan, dan menjunjung tinggi keadilan, toleransi, serta kesetaraan.
Pemerintah telah mengukuhkan hal ini dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Empat indikator utamanya adalah komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.
Matematika sebagai Alat Pendidikan Nilai
Dalam masyarakat yang sangat plural seperti di Indonesia, pendidikan memainkan peran strategis sebagai agen pemersatu. Kurikulum nasional Indonesia dirancang bukan sekadar sebagai perangkat teknis pendidikan, melainkan sebagai pengejawantahan cita-cita bangsa.
Ia berdiri di atas fondasi filosofis yang kokoh: mendorong kemajuan dengan berakar pada budaya lokal, tanggap terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan politik, serta menghadirkan proses pembelajaran yang inspiratif dan menyenangkan.
Karenanya, penguatan moderasi beragama tak hanya menjadi tugas guru pelajaran agama dan sosial, serta hanya diajarkan di mata pelajaran yang berkaitan dengan aspek sosial dan keagamaan. Sebaliknya, semua pendidik dan semua bidang ilmu harus dilibatkan.
Mengajarkan moderasi beragama lewat matematika bukanlah upaya memaksakan untuk mengajarkan nilai di tempat yang “bukan tempatnya”. Justru, ini adalah bentuk kreativitas dalam mendekatkan ilmu pada realitas sosial.
Melalui pendekatan yang tepat dan menarik, nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman bisa ditanamkan dalam pembelajaran matematika.