Ketiga, dampak lingkungan dari sektor pertambangan, terutama eksploitasi batubara, semakin menjadi perhatian. Pendangkalan sungai yang memperlambat distribusi juga diakibatkan oleh degradasi lingkungan akibat aktivitas tambang. Dalam jangka panjang, degradasi lingkungan ini tidak hanya akan merusak ekosistem tetapi juga mengancam keberlanjutan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Dari sisi kebijakan, diperlukan pendekatan strategis untuk mengatasi tantangan ini. Diversifikasi ekonomi harus menjadi prioritas utama, dengan mendorong pengembangan sektor industri hilir yang berfokus pada produk bernilai tambah. Selain itu, investasi dalam teknologi ramah lingkungan dan praktik pertanian berkelanjutan harus ditingkatkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Dalam konteks sektor pertambangan, pemerintah daerah perlu memastikan bahwa regulasi terkait eksploitasi sumber daya alam diterapkan dengan ketat, untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Secara keseluruhan, sektor pertanian dan pertambangan Jambi tetap menjadi pilar utama ekonomi daerah, tetapi menghadapi tantangan signifikan yang memerlukan kebijakan yang berfokus pada keberlanjutan dan pengurangan ketergantungan pada komoditas primer. Dengan langkah-langkah yang tepat, sektor-sektor ini dapat menjadi lebih tangguh dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Jambi.
Infrastruktur dan Digitalisasi
Pendekatan Pemerintah Provinsi Jambi dalam pengembangan infrastruktur fisik dan digital merupakan langkah strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konektivitas. Proyek seperti jalan tol Betung-Jambi, pengembangan Pelabuhan Ujung Jabung, dan Kawasan Industri Kemingking dirancang untuk memperluas akses transportasi, mendukung kelancaran logistik, dan menarik investasi. Sebagai salah satu proyek strategis nasional, Pelabuhan Ujung Jabung diproyeksikan menjadi pintu gerbang ekspor dari Jambi ke berbagai pasar internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Dengan lokasi strategis di pesisir timur Sumatera, pelabuhan ini diperkirakan mampu menangani kapasitas logistik yang lebih besar sekaligus menurunkan biaya distribusi barang dari Jambi ke wilayah lain (Kementerian PUPR, 2024).
Namun, dampak lingkungan dari proyek-proyek ini menjadi perhatian serius. Misalnya, pembangunan kawasan industri dan jalan tol memiliki potensi besar untuk menyebabkan alih fungsi lahan dan deforestasi, yang dapat mengurangi daya dukung lingkungan di wilayah tersebut. Laporan dari Forest Watch Indonesia menunjukkan bahwa Jambi telah kehilangan sekitar 10.000 hektar hutan per tahun dalam dekade terakhir akibat pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi lainnya (Forest Watch Indonesia, 2024).
Digitalisasi menjadi pilar transformasi lain dalam ekonomi Jambi, terutama di sektor UMKM. Menurut laporan dari Bank Indonesia, pada tahun 2024 lebih dari 30% UMKM di Jambi telah terintegrasi ke dalam ekosistem digital melalui e-commerce dan platform pembayaran elektronik. Hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 20% integrasi digital. Peningkatan ini didorong oleh program pemerintah daerah yang memberikan pelatihan literasi digital dan akses terhadap teknologi murah untuk pelaku UMKM (Bank Indonesia Jambi, 2024).
Namun, digitalisasi di Jambi belum sepenuhnya merata. Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 40% wilayah pedesaan di Jambi masih memiliki akses internet yang terbatas. Hambatan ini memperkuat kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga pelaku UMKM di daerah terpencil tidak dapat memanfaatkan peluang yang sama seperti mereka yang berada di wilayah dengan infrastruktur digital yang lebih baik (BPS Jambi, 2024).
Pemerintah Provinsi Jambi juga menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa pembangunan infrastruktur memberikan manfaat yang inklusif. Studi dari Universitas Jambi menemukan bahwa proyek infrastruktur besar, seperti jalan tol dan pelabuhan, sering kali hanya memberikan manfaat langsung kepada sektor industri dan bisnis skala besar, sementara masyarakat lokal hanya merasakan dampak marginal seperti lapangan pekerjaan sementara (Universitas Jambi, 2024). Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus mengintegrasikan pembangunan infrastruktur dengan proyek-proyek kecil yang mendukung perekonomian lokal, seperti pembangunan pasar desa atau akses jalan ke area pertanian.
Dalam konteks kritis, meskipun proyek infrastruktur dan digitalisasi di Jambi memiliki potensi besar untuk meningkatkan daya saing ekonomi provinsi, keberhasilannya bergantung pada implementasi yang tepat waktu, adil, dan berkelanjutan. Pemerintah harus memastikan bahwa semua pihak, termasuk masyarakat pedesaan dan pelaku usaha kecil, dapat menikmati manfaat yang setara dari inisiatif ini. Selain itu, penerapan regulasi yang ketat terhadap dampak lingkungan dan pengawasan terhadap alokasi anggaran menjadi elemen penting untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan. Jika pendekatan ini diikuti, Jambi dapat menjadi model pembangunan yang inklusif dan ramah lingkungan di tingkat nasional.
Proyeksi Kondisi dan Tantangan Bisnis di Provinsi Jambi Tahun 2025
Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus peluang bagi Provinsi Jambi dalam membangun ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% menjadi Rp3.234.533, meski bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menghadirkan dilema bagi banyak pelaku usaha. Bagi pekerja, kenaikan ini memberikan secercah harapan untuk hidup lebih layak di tengah tekanan ekonomi. Namun, bagi para pelaku UMKM, khususnya yang masih berjuang pulih pascapandemi, kenaikan ini bisa menjadi tantangan besar. Biaya operasional yang meningkat berpotensi menggerus margin keuntungan mereka, memaksa beberapa pelaku usaha kecil untuk berpikir ulang tentang keberlanjutan bisnis mereka (JambiOne, 2024).
Di sisi lain, penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga Rp833 miliar menjadi pukulan bagi berbagai program pembangunan yang direncanakan. Anggaran yang lebih kecil ini memaksa pemerintah daerah untuk melakukan prioritisasi ketat, dan bukan tidak mungkin beberapa proyek infrastruktur atau layanan publik terpaksa ditunda. Dampaknya tentu akan dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang berada di wilayah yang bergantung pada pembangunan jalan, jembatan, atau layanan dasar lainnya. Bagi pelaku usaha yang sangat bergantung pada infrastruktur ini, seperti petani dan pedagang, keterlambatan pembangunan bisa memperlambat aktivitas ekonomi mereka (Kalangan Jambi, 2024).
Wacana pemekaran wilayah menjadi topik yang banyak dibicarakan di Jambi. Bagi sebagian masyarakat, pemekaran ini membawa harapan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah, membuka peluang baru, dan meningkatkan pembangunan daerah. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa pemekaran dapat memperbesar ketimpangan jika sumber daya tidak dialokasikan dengan bijaksana. Wilayah yang baru dimekarkan memerlukan infrastruktur dasar, pelayanan administratif, hingga anggaran operasional, yang jika tidak dikelola dengan baik, malah bisa menjadi beban baru bagi pemerintah daerah (Oke Jambi, 2024).
Pemerintah Provinsi Jambi tampaknya menyadari tantangan ini. Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas, dengan fokus pada pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. Selain itu, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol Betung-Jambi dan Pelabuhan Ujung Jabung terus digalakkan untuk membuka akses baru bagi investasi dan perdagangan. Namun, di balik ambisi pembangunan ini, ada kekhawatiran tentang dampak lingkungan yang sering kali terabaikan. Hutan Jambi, yang menjadi paru-paru daerah, terus menyusut akibat pembangunan infrastruktur dan eksploitasi sumber daya. Kehilangan sekitar 10.000 hektar hutan setiap tahun bukan hanya ancaman bagi ekosistem, tetapi juga bagi masyarakat lokal yang bergantung pada hasil hutan untuk kehidupan sehari-hari (Forest Watch Indonesia, 2024).