Akademisi yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor dan RUU KUHP Nasional ini menyatakan ada beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani H Maming.
“Putusan pengadilan atas Mardani H Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,”katanya.
Apalagi, ada putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka. Putusan itu menyatakan tidak terdapat kesepakatan diam-diam, karena itu tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.
“Sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani H Maming harus dinyatakan bebas,” kata akademisi yang juga menjadi pengajar pendidikan calon Hakim Tipikor di Mahkamah Agung ini.
Contoh nyata kasus Mardani Maming, dimana tidak ada bukti konkret tetapi tekanan hukum terus diberikan. Dalam hukum, Mardani tidak memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 12 huruf b UU PTPK karena kurangnya bukti di persidangan.
“Untuk itu, korban kekeliruan seperti Mardani Maming seharusnya dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan untuk menjaga martabat dan integritas hukum Indonesia,” ujarnya.
Pernyataan Alifa ini juga didukung oleh, Tim Anotasi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran saat mempresentasikan kajian mengenai kasus yang menimpa Mardani H Maming
Berdasarkan poin-poin yang mereka bahas, Tim Anotasi Fakultas Hukum Unpad meminta agar Mardani H Maming segera dibebaskan.