JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO .ID- Ombudsman RI Perwakilan Jambi angkat bicara terkait masih melanggarnya truk batu bara di jalan umum rute panjang Sarolangun-Pelabuhan Talang Duku. Lembaga pelayanan publik ini menilai kewenangan penetapan sepenuhnya ada pada pemerintah pusat.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jambi, Saiful Roswandi mengungkapkan, faktor terjadinya polemik tersebut lantaran tidak adanya wewenang yang bisa diambil oleh pemerintah provinsi Jambi.
Menurutnya, polemik ini tidak akan berhenti sebelum ada aturan yang jelas dalam mengatur proses lalulintas angkutan batu bara di jalan Nasional.
“Problem kita hari ini pemerintah provinsi, tidak memiliki keleluasan dan kewenangan dalam hal mengatur dan mengatasi itu karena wewenangnya pemerintah pusat,” kata Saiful.
“Gubernur hanya bisa mengimbau, sifatnya himbauan, larangan, ya itu berapa kuat,” bebernya.
Problem berikutnya, kata Saiful, juga tidak ada regulasi, aturan yang jelas boleh tidak boleh melalui atau menempuh jalan umum. Semntara undang-undang apa yang melarang untuk melewati jalan umum.
“Ini yang kita minta kepada pemerintah pusat, kembalikan semua kewenangan di pemerintah daerah,” akunya.
“Dia bisa mengatur sendiri, lalu lintas jalan dia bisa ngatur sendiri, sumber daya alam dia bisa atur sendiri. Karena yang tahu penderitaan dan yang tau kemudahan dan kelancaran di daerah, tau segala macam kesusahan daerah itu ya pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten),” sambungnya.
Dengan tidak memiliki kewenangan yang jelas dan kuat, kata Saiful, pemerintah tidak memiliki daya tekan untuk menghentikan atau mencabut izin perusahaan.
“Dampak sosialnya bisa diatasi, proses bisnis batu bara bisa berjalan dengan baik, itu bagaimana, harus diatur dan itu memang tugas pemerintah, pertanyaannya itu pemerintah siapa?, karena ini kewenangannya pemerintah pusat, ini yang kita mintak (diberikan kewenangan daerah),” paparnya.
Dampak hal tersebut lanjutnya, akan rentan terjadinya komplik sosial di tengah masyarakat
“Sementara di sisi lain ada dampak sosial, apabila memang dibiarkan, ini kan persoalan sosial bukan regulasi, ini yang kita mintak harus ada perimbangan,” bebernya.
Mengenai surat perjanjian dan pernyataan selama ini, kata Saiful, itu juga tidak memiliki kekuatan dan dasar hukum yang kuat.
“Itukan hanya sebatas kesepakatan, pelanggaran terhadap kesepakatan kan nggak ada delik hukumnya, jadi hal seperti itu memang harus diatur secara perundang-undangan yang berlaku dan sah, apakah itu berbentuk perundang-undang atau berbentuk Peraturan Menteri atau itu Perda,” sampainya.
Untuk itu, Saiful juga mendesak kepada anggota DPRD yang baru, untuk segera membuat peraturan daerah yang mengatur persoalan angkutan batu bara kedepannya.