"Keadaan sudah lemah tapi masih bagus dibawa ke atas, turun ke bawah sudah drop langsung kritis langsung tegang," katanya.
Setelah kritis, petugas memberi tindakan dengan memompa dada dengan kondisi luka yang tidak dijahit.
"Dipompanya bagian dada keponakan, baru alat-alat semuanya datang, tapi itu keponakan saya sudah tidak ada lagi (meninggal). Bahkan dadanya ditekan dan dipompa itu saya bilang dan saya tepis, jangan ditekan disitu dok, itukan lobang lukanya. Terus mereka bilang nggak bisa bu, inikan bagian jantungnya. Ditekan 3 sampai 4 orang. Itu darah keluar dari lubang luka itu, apakah tidak ada tindakan lain selain menekan itu, kan ada yang setrum listrik itu kenapa tidak pakai alat itu," tuturnya.
Istri Korban, Ramadiana mengatakan, jelang 1 jam saat pasien di rumah sakit dan belum mendapatkan tindakan, pihak keluarga sudah meminta untuk memindahkan ke rumah sakit lain. Namun pihak rumah sakit menahannya.
"Saya bilang dokter sudah dimana, perawat bilang lagi di TAC, sampai jam setengah dua itu masih di TAC, tante sudah suruh mindahin," katanya.
Kata dia, tepat setelah 3 jam menunggu, baru dokter bedah datang.
"Dari jam setengah 1 saya datang kesana perawat bilang lagi di TAC, sampai jam 3 posisi sudah kritis dan tidak bernyawa lagi baru dokternya datang," katanya.
"Saya tidak senangnya, petugas bilang ke saya, apakah saya bergaji disini, perkataan itu diulang-ulang. Kalau memang tidak bergaji apa gunanya didirikan RSI Arafah ini. Itu saya tidak senang omongan mereka," katanya.
Saat ditanya apakah menggunakan BPJS Kesehatan, dia mengatakan menggunakan biaya umum.
"Hari itu juga saya bersedia membayar biaya perawatan, tapi oleh petugas diminta jam 7 dan jam 8 pagi, diminta untuk membayar separo dan tidak harus membayar lunas. Kalau seandainya mereka ngomong berapapun biayanya pasti kami serahkan biayanya dengan pihak rumah sakit," katanya.
Sementara Sumiati, Bibi Korban mengatakan, pihak keluarga kecewa akibat lambannya penanganan rumah sakit.
Dokter datang pada saat pasien sudah meninggal.
"Jadi kami kecewa dengan pihak RSI Arafah, kami minta tolong pemerintah menutup RSI Arafah. Kami tidak terima. Kami tetap berjuang karena ini manusia bukan binatang, kami sangat kecewa," katanya.
Dijelakannya, setiap ditanya kepada pihak rumah sakit saat itu, mereka bilang dokter dijalan, dokter di jalan.
"Pelayanan tidak ada hati nurani, kalau soal biaya kami tidak perhitungan, malam itu kami bisa bayarkan. Tapi anak kami selama 3 jam ditelantarkan. Mohon anggota dewan, walikota, gubernur, tolong dengar suara kami. Kami tidak mau ada korban – korban lain. Tolong ini menyangkut nyawa manusia," sebutnya.
Terkait dengan insiden pengrusakan pintu IGD rumah sakit, Sumiyati mengatakan, hal itu dipicu dari pernyataan dokter bedah saat ditanya keluarga korban.