“Ingat anak – anak cerita fiksi selalu menyenangkan dibanding realita, jadi jangan coba – coba menirunya”
-Sarenja
***
Dinginnya malam yang semakin larut tampak tak membuat sepasang insan manusia yang tengah asyik bercumbu itu terganggu.
yamaha--
Dibawah temeramnya lampu jalanan, dengan pencahayaan yang remang – remang masih tampak jelas kala pemuda kian merengkuh erat pinggang ramping wanitanya, tampak mesra dan intim disaat bersamaan.
Jalanan yang lengang semakin membuat suasana semakin panas antar dua manusia yang terus berpagut mesra.
Toh, tidak akan ada yang melihat, sekalipun melihatnya, Sarenja yakin orang – orang tak akan peduli walau dua orang itu kebabalsan berhubungan di pinggir jalan raya.
"Cih," Decih Sarenja kala melihat pugutan liar itu usai, tampak sekali sang Wanita yang tak rela ditinggal, Bahasa tubuh yang sarat akan rengekan manja tentu saja akan Wanita itu lancarkan guna agar pria-nya tetap bersamanya. Hingga, Sarenja hanya menemukan Wanita itu kini sendiri dengan bibir yang mencebik kesal mendekatinya.
"Istri Bram itu sialan banget tau nggak! Masa gue lagi asyik sama Bram, tuh istri sialan nelpon segala nanyain Bram dimana, nyuruh Bram pulang cepat pula!" Sarah mencibir dengan nada marah yang menggebu – gebu, sesekali ia hentakan kakinya yang berbalut Silleto dengan hak tinggi itu kasar, berbenturan dengan paving blok keras.
Sarenja memutar bola matanya malas, rokok yang ia hisap sedari tadi selagi menunggu Sarah selesai bercumbu dengan Bram yang katanya adalah pria-nya Sarah itu, "Sadar diri aja, lo Cuma simpanan, sedangkan dia yang lo bilang si sialan itu istri sahnya, lagian dimana – mana siapa yang mau sama cewek yang tiap hari keluyuran malam – malam, main sama banyak laki – laki. Waras nggak lo?!"
Disaat yang sama usai mengatakan perkataan pedas pada Sarah, Sarenja tau bahwa sudut hatinya juga merasa tersindir habis – habisan. Seharusnya Sarenja berkaca bagaimana dirinya, tak ulung berbeda jauh dengan Sarah, sahabatnya. Pakaian yang minim, rokok yang tak pernah lepas, bermain dengan banyak laki – laki, ah tentu saja harus Sarenja ralat bukan bermain dengan banyak laki – laki, melainkan menjadi simpanan banyak laki – laki.
"Dih..kek lo nggak aja!" Ujar Sarah, mengambil paksa rokok yang terselip diantara telunjuk dan jari tengah Sarenja, kemudian menghisapnya, seolah rokok itu miliknya sendiri.
"Seenggaknya gue nggak pernah jual diri dengan harga murah!” Jawab Sarenja berdiri, berlalu meninggalkan Sarah dengan wajah memerah padam, entah marah atau malu.
"Sahabat Sialan!" Umpat Sarah, sedang Sarenja hanya tersenyum tipis, sangat tipis, nyaris tak terlihat. (bersambung)