“Gapapa ngeluh, setidaknya mempertahankan untuk tetap terlihat baik – baik saja ditengah manusia dengan tingkahnya yang ada – ada aja, effortnya itu luar biasa susah.”
-Riana
>>>***<<<
Riana mengacak rambutnya kasr, “Gilaa….Riana….Lo ngapain tadi?” menyesali perbuatannya beberapa jam lalu, ia yang ingin menghabiskan waktunya sendiri dan menghabiskan tangis dan sedihnya sendirian malah berakhir bersama Reno, dan apa – apaan pengakuannya pada Reno tadi itu, Riana ingin menenggelamkan dirinya saat ini juga. Riana bergegas mencari ponselnya, menelpon Sandra dan Budi. Terdengar nada hubung diantara mereka. Namun, kali ini hanya Sandra.
“Nggak usah basa – basi, bukan berarti karena crush yang nggak bisa dimiliki lo itu, lo kudu Bombay sepanajng minggu.” Sandra mengawali pembukaan telpon mereka to the point.
“Kok lo tau gue mau cerita itu?” Tanya Riana bingung, Sandra menghela nafasnya.
“GIMANA GUE NGGAK TAU KALO LO UDAH NELPON GUE HAMPIR LIMA KALI YA RIANA CUMA BUAT MAU BILANG HAL YANG SAMA BERULANG – ULANG!’ Kesal Sandra, Riana berusaha menjauhkan ponselnya dari telinganya sejauh mungkin, suara Sandra membuat kepalanya berdinging, linglung. Sedang Sandra di seberang telepon tengah mengatur nafasnya, berbicara dengan manusia seperti Riana ternyata sangat menguras emosinya.
“Ya, lo sebagai sahabat yang baik, saran dong gue harus gimana?!” Kesal Riana dengan raut wajah ingin menangis, dibanding berkahir dengan drama picisian dan peluk hangat ala Reno seperti tadi Sore, Riana akan memilih menghabiskan waktunya tangisnya dengan orang asing, setidaknya ia tidak akan perlu memikirkan bahwa nantinya orang itu akan mengasihaninya atau memandangnya dengan penuh simpati, mereka hanya dua orang asing yang tak sengaja bertemu sapa dan sedikit berbagi luka, setelahnya mereka akan kembali pada kehidupan masing – masing. Itulah yang Riana pikirkan, dan jika itu Reno, Riana tidak tahu harus bereaksi dan merespon seperti apa.
“Emang kenapa sih Na? Gapapa, kalo gini lo egois banget tau. Dia udah ngalah, nurunin egonya, dia udah coba buat buka jalan baik – baik, lo sendiri kan yang bilang lo butuh rumah, lo butuh tempat hangat buat pulang, dia kasih, dia buatin, lo aja yang bandel nggak mau pulang, lo nggak mau sedikitpun ngerasain tempat pulang yang dia bangun buat lo!” Sandra kepalang kesal, kerjaannya menumpuk dan Riana merecokinya hanya dengan sekedar curhatan yang tidak berguna untuknya, sesaat Sandra merasa Riana terlalu membebaninya.
“Lo nggak bersyukur sama sekali Riana!” Sarkas Sandra, tidak ada reaksi apapun dari Riana, diam satu – satunya yang bisa Riana lakukan. Namun, jauh didalam hati Riana, dia merasa luka, Sandra menggoresnya dengan sangat keterlaluan.
Riana tersenyum tipis, “Sisi mananya sih San, yang nggak gue syukurin?” (bersambung)