Mengapa meminta kuasa? Menurut Kamaruddin hal tersebut penting, karena kasus pertama dan kasus kedua berbeda.
“Kuasa pertama kami hanya sebatas pengacara keluarga dari sisi dugaan pembunuhan berencana yang menimpa Brigadir J. Sementara untuk TPPU ini kami belum mendapat kuasa, maka kami mintakan hal ini,” terang Kamaruddin.
Pada kasus pertama, pasal yang dikenakan lebih mengarah pada pasal 340, 338 dan 351 KUHP, sementara kasus TPPU ini pihaknya membutuhkan 5 surat kuasa di antaranya pencurian, pencucian uang.
“Pada kasus ini ada 4 bank, sedangkan untuk mendalaminya kami harus pula berkoordinasi dengan Bank Indonesia termasuk PPATK,” jelasnya.
Lalu dari mana uang sebanyak Rp 200 juta itu didapat oleh Brigadir J? Kamaruddin belum dapat memastikan apakah uang itu hasil jerih payahnya atau dana taktis yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai aparat.
“Kalaupun benar itu dana taktis seharusnya dimintakan saja pada ahli waris. Jangan melakukan pemindahan tanpa sepengetahuan keluarga,” jelasnya.
Adanya pemindahan uang Brigadir J ke rekening RR ini pun bisa membuka tabir apa sebenarnya yang terjadi di balik peran Ferdy Sambo yang rumornya melakukan ‘bisnis gelap’.
Pastinya Kamaruddin dan rekan-rekan setelah selesai mendapatkan surat kuasa dari keluarga Brigadir J akan akan melaporkan adanya dugaan kejahatan TPPU yang ancamannya cukup berat yakni 20 tahun.
“Kami nanti bikin juga laporan baru tentang tindak pidana pencurian juncto kekerasan. TPPU nanti terserah jaksa apakah kumulatif, subsidaritas atau alternatif ini urusan jaksa,” papar Kamaruddin.
Menanggapi hilangnya uang, di rekening pribadi Brigadir J, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso cukup unik kasus ini.
Di awal pihak Ferdy Sambo berpendapat adanya kehormatan yang diinjak-injak lalu menuding Brigadir J melakukan pelecehan terhadap Putri Chandrawathi. Namun muncul kasus curat.
“Ini seperti kejahatan jalanan. Awalnya mengaku harga dirinya diinjak-injak tapi pada bagian lain, ada rekening anak buahnya diduga diambil,” terang Sugeng.
Kasus ini sambung Sugeng masih dalam satu tarikan nafas. Peristiwa yang terjadi antara 8 Juli dan 11 Juli terdapat beberapa perbuatan pidana yang dilakukan seseorang.
“Maka kembali pada pihak kuasa hukum apakah kasus ini akan displit (dipisah), atau satu berkas perkara. Ya ada dua kemungkinan kumulatif atau terpisah, karena semuanya juga berat,” jelasnya. (disway)