Dampak Krisis Global
JAMBI – Puluhan perusahaan tambang batubara yang ada di Kabupaten/kota di provinsi Jambi, gulung tikar. Dari 40 perusahaan tambang yang telah beroperasi, setidaknya, 22 perusahaan tambang sudah tutup. Kepala dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Azwar Effendi membenarkan hal itu.
“Iya, banyak perusahaan yang tidak beroperasi lagi,” ujarnya, saat ditemui harian ini di ruang kerjanya, (24/9) kemarin.
Dari data yang diperolah harian ini, disetiap daerah, perusahaan tambang memang tidak beroperasi lagi. Bahkan, perusahaan sudah banyak memberhentikan tenaga kerja mereka. “Saat ini, yang masih banyak beroperasi itu adalah di kabupaten Bungo,” ucapnya.
Tutupnya perusahaan tambang itu, lanjutnya, di sebabkan harga komoditas batubara di pasar global semakin turun. Secara otomatis, berpengaruh kepada batubara di Indonesia, termasuklah di Jambi. Penurunan itu sudah terjadi sejak tahun 2011 yang lalu hingga tahun 2012.
Penurunan itu juga terlihat pada Harga Batubara Acuan (HBA) yang diedarkan oleh kementerian ESDM. Pada bulan Desember 2011 yang lalu, harga Batubara masih bertengger pada 112.67 USD/ton. Pada bulan Januari mengalami penurunan sebesar 109.29 USD/ton, Februari sebesar 111.58 USD/ton, Maret 112.87 USD/ton, April 105 USD/ton, Mei, 102.12 USD/ton, Juni 96 USD/ton.
Sedangkan pada bulan Juli, harga batubara juga mengalami penurunan yang sangat drastis, yaitu sebesar 87.56 USD/ton. Kemudian, penurunan juga terlihat pada bulan Agustus 84.65 USD/ton.
“Tapi, naik sedikit pada bulan September. Yaitu, sebesar 86,21 USD/ton,” tegasnya. Penurunan itu sangat berpengaruh sekali, sebab, 70 persennya, batubara provinsi Jambi di eksport keluar negeri. Selain itu, spek batubara jambi juga sangat rendah dibandingkan provinsi lain.
“Spek atau kalori yang tinggi itu hanya batubara kabupaten Bungo. Kalau tidak salah total mouisture-nya dibawah 25. sehingga harganya lebih mahal,” tandasnya.
Menurut Azwardi, Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor batu bara, di Indonesia turun sekitar 13 % dari 30,16 juta ton pada Mei 2012 menjadi 26,2 juta ton pada Juni 2012. Akibat penurunan harga dan tidak beroperasinya perusahaan itu, dikhawatirkan ekonomi Jambi juga anjlok. Karena, pendapatan dari sector pertambangan berkurang.
“Kalau tidak salah, pada triwulan ketiga ini, sudah sebesar Rp 60 miliar untuk provinsi Jambi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Ekskutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Mirza Haviz mengatakan hal yang sama, saat ini banyak perusahaan tambang yang sudah tidak beroperasi lagi.
“Ini sudah terjadi empat hingga lima bulan yang lalu,” tandasnya. Penurunan harga, pada September ini sudah mencapai 60 persen. Saat ini, perusahaan hanya menjalankan kontrak yang lama.
“Itu tidak tercapai lagi. Biaya produksi saja tidak balik,” tandasnya.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Benhart Panjaitan mengatakan, aktivitas angkutan batubara di jalan memang sudah berkurang. Penurunan itu mencapai 50 persen.