Untuk mengurai jawaban dan pernyataan tersebut, saya ingin mengutip pidato Bung Karno yang beliau sampaikan di depan sidang pengadilan Belanda tahun 1930 yang terkenal dengan pidato ”Indonesia Menggugat”. Jauh-jauh hari, bahkan ketika itu masih dalam suasana penjajahan kolonial, Bung Karno sudah mengingatkan kepada kita semua bahwa suatu saat nanti akan datang penjajahan dalam bentuk baru atau yang beliau sebut dengan neokolonialisme dan neoimperialisme. Istilah itu digunakan Bung Karno untuk memprediksi perkembangan dunia di masa yang akan datang. Bung Karno lebih jauh menjelaskan bahwa neokolonialisme dan neoimperilaisme itu adalah penjajahan dalam bentuk baru yang bukan dengan cara menguasai atau menduduki suatu bangsa secara langsung seperti terjadi di masa lampau. Ciri-ciri dari praktek neokolonialisme-imperialisme itu antara lain dengan menjadikan tanah jajahan sebagai sumber bahan baku bagi industrinya, menjadikan rakyat jajahan sebagai sumber tenaga kerja yang murah, dan menjadikan tanah jajahan sebagai tempat penanaman modal, serta pasar bagi produk industri kapitalismenya.
Apakah pernyataan dan prediksi Bung Karno di tahun 1930 itu hari ini terbukti relevan atau tidak? Apakah kita juga sudah memiliki kesadaran historis untuk membangun persepsi yang sama terhadap faktor-faktor yang menjadi ancaman bangsa Indonesia saat ini dan apakah kita juga masih memiliki semangat patriotisme dan nasionalisme serta sikap rela berkorban yang pernah diajarkan oleh para pendahulu kita sebagaimana yang telah saya uraikan di atas? Untuk memberikan penjelasan atas hal itu saya akan mencoba mendeskripsikan situasi dan kondisi kekinian bangsa Indonesia.
Era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 lalu telah banyak menimbulkan perubahan yang sangat signifikan dan fundamental dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kita. Pada era ini, berbagai pengamat sosial politik sering mengatakan sebagai kemenangan kaum neoliberal dalam mempengaruhi dan bahkan ikut membentuk berbagai kebijakan negara melalui berbagai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Proses masuknya faham neoliberalisme itu dimulai dari perubahan pada tingkat UUD 1945 yang telah dilakukan melalui proses amandemen sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Perubahan UUD 1945 itu telah berdampak luas pada perubahan sistem politik, ekonomi dan hukum. Berbagai perubahan di bidang ketatanegaraan itu akhirnya juga berdampak kepada sistem dan perilaku sosial masyarakat Indonesia.
Di Bidang Politik: sistem demokrasi yang kita jalankan saat ini sudah semakin jauh mengikuti ajaran atau nilai-nilai demokrasi liberal yang bercirikan atas politik pencitraan, kalkulasi jumlah suara dan pendekatan menang dan kalah (the winner take all). Hal itu sesungguhnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila yang mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat dan saling bergotong royong.
Di Bidang Ekonomi: berbagai regulasi yang mengatur sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa yang seharusnya diusahakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat Indonesia telah bergeser dan banyak yang berorientasi kepada kepentingan kapital atau kaum pemilik modal. Kekayaan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Indonesia yang seharusnya dikuasai dan dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sekarang ini telah diserahkan kepada mekanisme pasar yang mengutamakan perhitungan untung dan rugi bagi kaum pemilik modal.
Di Bidang Hukum: pembangunan hukum Nasional kita melalui pembentukan peraturan perundang-undangan sudah semakin jauh meninggalkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Banyaknya undang-undang yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi membuktikan banyaknya produk undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Di Bidang Kebudayaan: masuknya berbagai nilai-nilai asing, baik yang datang dari barat maupun dari timur dalam arus deras globalisasi telah menggerus sebagian nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia. Semangat toleransi dan gotong royong yang menjadi ciri keaslian budaya bangsa Indonesia selama ini, akhir-akhir ini mengalami krisis yang semakin parah. Konflik-konflik sosial terbuka, baik yang bersifat horisontal atau yang terjadi antar sesama kelompok dan golongan di tengah masyarakat, sampai konflik terbuka yang bersifat vertikal atau antara sesama lembaga negara kini sudah menjadi tontonan rutin setiap hari segenap rakyat Indonesia melalui berbagai media massa.
Secara horisontal, konflik antar kelompok yang berbeda agama dan keyakinan di berbagai daerah di Indonesia serta tawuran antar pelajar sekolah adalah salah satu contoh soal yang paling banyak mewarnai hari-hari konflik masyarakat Indonesia saat ini. Sementara secara vertikal, konflik terbuka dan semangat adu kekuatan antara Polri dan KPK telah terjadi berulang-ulang di antara sesama lembaga penegak hukum.
Ketiga contoh permasalahan bangsa yang saya gambarkan secara singkat di atas, baik yang menyangkut aspek politik, ekonomi maupun kebudayaan, jikalau kita kaji dalam dimensi ideologis, maka akan kita dapati suatu kenyataan, bahwa hal itu merupakan manifestasi dari bahaya dan ancaman neololonialisme dan neoliberalisme yang dimaksudkan Bung Karno pada tahun 1930 lampau.
Saat ini memang tidak ada kekuatan militer asing yang datang dan menduduki wilayah teritorial Indonesia. Tidak ada pula pangkalan-pangkalan militer asing yang berdiri di wilayah NKRI. Namun, melalui berbagai agen-agen kekuatan neokolonialisme dan neoimperialIsme di Indonesia, mereka berhasil masuk dan mempengaruhi berbagai kebijakan peraturan perundang-undangan kita. Tidaklah mengherankan jika saat ini banyak peraturan perundang-undangan kita yang telah bercorak liberal karena banyak berpihak kepada kepentingan ekonomi global atau kaum pemilik modal yang merugikan kepentingan ekonomi rakyat Indonesia sendiri.
Di sisi lain, situasi dan kondisi perpecahan antar kekuatan-kekuatan bangsa Indonesia yang terjadi di masa pra kemerdekaan dahulu sebagai akibat politik devide et impera yang dipraktekkan oleh rejim kolonialisme pada waktu itu, juga terjadi pada situasi dan kondisi masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini. Berbagai konflik dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat kita akhir-akhir, baik yang berlatar belakang perbedaan agama dan keyakinan, perbedaan kepentingan politik maupun konflik kepentingan ekonomi, semuanya akan berdampak sangat jelas yakni menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Pecahnya persatuan nasional bangsa Indonesia itu pada gilirannya akan melemahkan posisi bangsa Indonesia dihadapan kekuatan neokolonialisme dan neoimperialisme yang telah diramalkan oleh Bung Karno.
Kalau kita mau dan berani jujur terhadap sejarah, sebenarnya Bung Karno bukan hanya telah memprediksi situasi dan kondisi ancaman masa depan yang akan menimpa nasib bangsanya pada tahun 1930 itu. Tetapi beliau juga telah menyiapkan konsepsi-konsepsinya untuk menghadapi ancaman dan bahaya neokolonialisme dan neoimperialisme itu.
Oleh karena itu, beliau telah menyampaikan konsepsinya itu dalam pidatonya, pada peringatan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1964 di Istana Negara. Bung Karno telah menawarkan satu konsepsi untuk melawan bahaya neokolonialisme dan neoimperialisme itu. Konsepsi itu yang saat ini kita kenal dengan ajaran TRISAKTI Bung Karno, yaitu kita harus berdaulat di bidang politik, kita harus berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri dalam membangun kekuatan ekonomi bangsa dan kita juga harus mengembangkan kebudayaan nasional yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia sendiri.
Berangkat dari perspektif pemikiran dan deskripsi situasi dan kondisi kekinian itulah, saya menilai momentum memperingati Sumpah Pemuda ini mempunyai makna yang sangat penting dan strategis. Sebagai sebuah bangsa yang besar, kita harus jadikan momentum ini sebagai sarana instropeksi dan retrospeksi diri sekaligus untuk dapat memproyeksikan agenda penyelamatan masa depan bangsa dan negara Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.
Semangat patriotisme, nasionalisme dan kesadaran serta pemahaman akan tantangan yang dihadapi bangsa saat ini serta strategi problem solving-nya tidak boleh menurun apalagi kalah dari apa yang telah ditunjukan oleh generasi muda bangsa angkatan 1928 lalu. Kita tidak boleh keliru mempersepsikan tantangan nyata yang dihadapi bangsa kita hari ini. Kita juga tidak boleh lagi terjebak oleh berbagai upaya provokasi politik adu domba yang dijalankan oleh siapapun yang akan memecah belah persaudaraan kebangsan kita dan akan menggoyahkan persatuan nasional kita.